Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Baleg DPR Sebut Konsep RUU Perampasan Aset Harus Dikaji Mendalam Agar Tak Langgar Hak Konstitusional Warga

Devi Harahap
26/5/2025 14:33
Baleg DPR Sebut Konsep RUU Perampasan Aset Harus Dikaji Mendalam Agar Tak Langgar Hak Konstitusional Warga
Gedung DPR/MPR/DPD RI, Jakarta.(MI)

ANGGOTA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Irawan mengatakan bahwa konsep Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang disusun pemerintah berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga. 

“RUU perampasan aset tidak hanya untuk pejabat publik yang harta kekayaannya didapatkan secara tidak sah (unexplained wealth) dari kejahatan korupsi dan pencucian uang, namun juga kejahatan lain yang berdimensi ekonomi,” kata Irawan saat dikonfirmasi Media Indonesia pada Senin (26/5)

Campur Aduk?

Irawan pun mempertanyakan konsep pendekatan hukum dalam RUU tersebut dalam melakukan perampasan aset hasil kejahatan. Hal itu khususnya terkait pendekatan pidana dan perdata yang terkesan campur aduk serta membuka peluang untuk merampas aset milik warga tanpa melalui proses hukum dan pembuktian di pengadilan. 

Selain itu, politikus Partai Golkar itu menekankan jika RUU Perampasan Aset disahkan, hal itu tidak hanya bisa merampas aset dari kejahatan pejabat yang berasal dari korupsi saja. Akan tetapi, semua aset yang diduga hasil kejahatan dan tidak bisa dibuktikan asal-usulkan bisa dirampas oleh negara.

“Misalnya seperti aktivitas penghindaran pajak, perdagangan orang, penipuan, penggelapan dan perusakan lingkungan. Jadi warga negara pun bisa menjadi potential suspect,” jelas Irawan.

Penyitaan Berisiko?

Menurut Irawan, tanpa konsep dan mekanisme yang jelas akan membuat penyitaan aset berisiko melanggar prinsip keadilan dan kepemilikan yang sah. Atas dasar itu, Irawan menekankan bahwa dorongan para pakar dan ahli terkait pembahasan RUU Perampasan Aset harus dilakukan secara hati-hati.

“Yang disampaikan pakar benar, tapi RUU Perampasan Aset harus direview kembali secara konseptual, khususnya terkait dengan kompatibilitasnya dengan sistem hukum kita,” ujar Irawan. 

Pendekatan UNCAC?

Di samping itu, Irawan juga menyoroti konsep pendekatan perdata  UNCAC (non conviction based asset forfeiture) atau perampasan aset tanpa pemidanaan. Dikatakan bahwa terminologi pemulihan aset dalam UNCAC sebenarnya disebut inisiatif Stolen Asset Recovery (STAR). 

“Di hukum pidana disebutkan harus ada putusan pengadilan yang inkrah dulu untuk membuktikan adanya suatu kejahatan sesuai Pasal 184 KUHAP, harus disertai dengan dua alat bukti yang sah. Ini bagaimana implementasinya nanti di lapangan?” tukas Irawan.

Ia juga menegaskan bahwa UU yang akan dibahas dan disahkan oleh DPR nantinya bersifat mengikat bagi semua warga negara, sehingga substansi persoalannya harus dibahas dan dibuka secara partisipatif.

Terburu-buru?

Selain itu, Irawan menilai pembuatan UU yang terburu-buru dapat menimbulkan ketimpangan dalam penegakan hukum dan berujung pada pelanggaran hak warga negara. 

“Seperti proses pembuktian dan berbagai upaya paksa di dalamnya (pendekatan pidana dan/pendekatan perdata). Hal tersebut penting karena perlindungan hak milik dan kepastian hukum yang adil merupakan hak konstitusional warga negara,” pungkasnya. (Dev/P-3) 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya