Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
KOALISI Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk membatalkan pengerahan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia.
Direktur Imparsial Ardi Manto, salah satu bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil menyesalkan adanya telegram Panglima TNI tertanggal 5 Mei 2025 berisi perintah penyiapan dan pengerahan alat kelengkapan dukungan kepada Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia. Ia menilai bahwa perintah ini bertentangan dengan banyak peraturan perundang-undangan, terutama Konstitusi, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI sendiri yang mengatur secara jelas tugas dan fungsi pokok TNI.
"Pengerahan seperti ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil khususnya di wilayah penegakan hukum," kata Ardi, melalui keterangannya, Minggu (11/5).
Ia mengatakan TNI seharusnya fokus pada tugas dan fungsi sebagai alat pertahanan negara. Ia menilai pengerahan prajurit ke Kejaksaan juga merupakan hal yang tidak patut karena ranah penegakan hukum yang dilaksanakan di Kejaksaan merupakan bagian dari instansi sipil.
"Apalagi, hingga saat ini belum ada regulasi tentang perbantuan TNI dalam rangka operasi militer selain perang (OMSP) terkait bagaimana tugas perbantuan itu dilaksanakan. Kami menilai bahwa kerangka kerja sama bilateral antara TNI dan Kejaksaan tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menjadi dasar pengerahan pasukan perbantuan kepada Kejaksaan. MoU tersebut secara nyata telah bertentangan dengan UU TNI itu sendiri," katanya.
Ardi mempertanyakan tujuan perintah Panglima TNI untuk memberi dukungan pengamanan Kejati dan Kejari diseluruh indonesia. Menurutnya, pengamanan di kejaksaan tidak memerlukan dukungan berupa pengerahan personel TNI karena tidak ada ancaman yang bisa menjustifikasi mengharuskan pengerahan satuan TNI.
"Pengamanan institusi sipil penegak hukum cukup bisa dilakukan oleh misalkan satuan pengamanan dalam (satpam) kejaksaan. Dengan demikian surat telegram itu sangat tidak proporsional terkait fungsi perbantuannya dan tindakan yang melawan hukum serta undang-undang," katanya.
Ardi menilai surat perintah Panglima TNI berpotensi mempengaruhi independensi penegakan hukum di Indonesia, karena kewenangan penegakan hukum tidak sepatutnya dicampuradukkan dengan tugas fungsi pertahanan yang dimiliki oleh TNI. Ia mengatakan intervensi TNI di ranah penegakan hukum sebagaimana disebutkan di dalam Surat Perintah tersebut akan sangat mempengaruhi independensi penegakan hukum di Indonesia. Kondisi ini, kata ia, akan menimbulkan kekacauan dalam sistem ketatanegaraan yang ada dengan mencampurkan fungsi penegakan hukum dan fungsi pertahanan.
"Surat perintah pengerahan ini semakin menguatkan dugaan masyarakat akan kembalinya dwifungsi TNI setelah UU TNI direvisi beberapa bulan lalu dan bahkan salah satu Pasal yang menambahkan Kejaksaan Agung sebagai salah satu institusi yang dapat diintervensi oleh TNI. Catatan risalah sidang dan revisi yang menegaskan bahwa penambahan Kejaksaan Agung di dalam revisi UU TNI hanya khusus untuk Jampidmil ternyata tidak dipatuhi oleh Surat Perintah ini, karena jelas-jelas pengerahan pasukan bersifat umum untuk semua Kejati dan Kejari," katanya.
Lebih lanjut, Ardi mengungkapkan untuk membangun reformasi TNI yang lebih profesional dan jaksa sebagai salah satu pilar penegakan hukum, pihaknya mendesak Panglima TNI mencabut Surat Perintah tersebut dan mengembalikan peran TNI di ranah pertahanan.
"Kami mendesak kepada Jajaran Pimpinan DPR RI, termasuk pimpinan Komisi I DPR RI, Komisi III DPR RI, dan juga Komisi XIII DPR RI yang berjanji untuk menjamin tidak adanya dwifungsi TNI. Kami juga mendesak DPR RI untuk mendesak Presiden sebaga Kepala Pemerintah dan juga Menteri Pertahanan untuk memastikan pembatalan Surat Perintah tersebut, sebagai upaya menjaga tegaknya supremasi sipil dalam penegakan hukum di Indonesia yang menganut negara demokrasi konstitusional," pungkasnya. (P-4)
DIREKTUR Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, dugaan penangkapan terhadap tiga orang aktivis mahasiswa yang membentangkan poster untuk Gibran.
KOALISI Masyarakat Sipil mengecam keras pernyataan Pemerintah melalui Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang menyatakan bahwa tidak ada bukti dalam pemerkosaan massal Mei 1998.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Fadli Zon untuk mencabut pernyataannya secara terbuka, memberikan klarifikasi, dan menyampaikan permintaan maaf.
Koalisi masih memiliki waktu tujuh hari untuk memperbaiki pengaduan di DKPP yang tenggatnya jatuh pada 13 Juni mendatang.
KOALISI Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP mengingatkan DPR untuk membuka proses pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved