Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
ANGGOTA Anggota Badan Legislasi DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) M Kholid menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 115/PUU-XXII/2024 yang menegaskan kritik yang disampaikan di ruang digital tidak dapat dipidana hanya karena menimbulkan kegaduhan atau perdebatan di media sosial. Menurutnya, putusan MK tersebut akan menjadi tonggak penting dalam memperkuat kebebasan, mencegah kriminalisasi terhadap kritik publik, dan melindungi demokrasi.
"Kritik itu seperti vitamin. Mungkin terasa pahit, tapi justru itulah yang menyehatkan demokrasi. Putusan MK ini merawat nilai-nilai substantif dari demokrasi. Negara yang kuat justru dibangun dari keberanian dan kejujuran dalam mendengar dan menjawab kritikan masyarakat dengan bijak dan matang," kata Kholid melalui keterangannya, Minggu (4/5).
Putusan MK itu juga memperjelas bahwa frasa “kerusuhan” dalam UU ITE hanya berlaku untuk gangguan ketertiban di ruang fisik, bukan di dunia maya. Selain itu, MK menegaskan bahwa frasa "orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE tidak mencakup lembaga pemerintah, institusi, jabatan, atau profesi. Artinya, institusi negara tidak bisa melaporkan pencemaran nama baik atas kritik yang diberikan.
“Sebagai legislator, saya memandang ini sebagai koreksi konstitusional yang arif. Kita butuh hukum yang melindungi, bukan menakut-nakuti rakyat. Kebebasan berekspresi adalah fondasi utama demokrasi. Jika kritik dipidanakan, maka yang tumbuh bukan kemajuan, melainkan kecurigaan dan rasa takut sesama anak bangsa,” kata Kholid.
Namun di sisi lain, Kholid mengatakan perlunya penguatan literasi digital agar ruang kebebasan ini tidak kebablasan. Ia mengatakan kebebasan berekspresi harus diiringi dengan kemampuan publik untuk menyampaikan pendapat secara faktual, etis, dan konstruktif, bukan sekadar melampiaskan emosi atau menyebar disinformasi.
“Kita tidak ingin masyarakat buta terhadap makna kebebasan yang sejati. Putusan MK ini harus menjadi pemicu tumbuhnya public sphere yang sehat di mana warga bisa berdiskusi, mengkritik, dan turut membangun negeri tanpa rasa takut. Tapi tentu dengan cara yang cerdas dan bertanggung jawab,” kata Kholid.
Sebelumnya, MK dalam putusannya mengabulkan sebagian gugatan terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). MK menyatakan bahwa Pasal menyerang kehormatan atau nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE tak berlaku bagi pemerintah, institusi, korporasi hingga sekelompok orang dengan identitas spesifik.
Dalam pertimbangan hukum, MK menyatakan terdapat ketidakjelasan batasan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A UU ITE sehingga norma pasal tersebut rentan untuk disalahgunakan. Padahal, Pasal 433 ayat (1) KUHP 2023 yang mulai berlaku tahun 2026, juga menggunakan frasa “orang lain” untuk merujuk pada korban pencemaran nama baik.
Merujuk pada Pasal 433 ayat (1) KUHP 2023, sejatinya telah ditentukan pihak yang tidak bisa menjadi korban dari tindak pidana pencemaran nama baik, yaitu lembaga pemerintah atau sekelompok orang.
“Artinya, pasal tersebut hanya dapat dikenakan terhadap pencemaran yang ditujukan kepada orang perseorangan,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Di sisi lain, ketentuan Pasal 27A UU ITE juga berkaitan dengan Pasal 45 ayat (7) UU ITE yang menyatakan bahwa perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik, tidak dapat dipidana jika perbuatan tersebut dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.
“Kepentingan umum tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam bagian penjelasan Pasal 45 ayat (7) UU ITE, adalah dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan berdemokrasi seperti unjuk rasa atau kritik,” tutur Arief. (M-3)
Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No 24 Tahun 2009.
GURU Besar Ilmu Media dan Jurnalisme Fakultas Ilmu Sosial Budaya UII, Masduki, mengajukan judicial review (JR) terkait UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pasal 65 ke MK.
DPC FPE KSBSI Mimika Papua Tengah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke MK
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
Pemohon, aktivis hukum A. Fahrur Rozi, hadir langsung di ruang persidangan di Gedung MK, Jakarta.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menegaskan data pribadi sebagai hak bagi setiap warga negara wajib untuk dilindungi secara maksimal
Menurutnya, model buruk kebijakan publik harus disiasati supaya tidak menimbulkan kegaduhan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved