Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
Kejaksaan Agung mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023 menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun.
“Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung Jakarta, Senin (24/2) malam.
Kerugian tersebut, kata dia, berasal dari berbagai komponen, yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.
Qohar menjelaskan posisi kasus ini adalah pada periode tahun 2018–2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.
PT Pertamina (Persero) pun wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.
Akan tetapi, ujar Qohar, tersangka RS, SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.
Pengondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.
Dipaparkan oleh Qohar bahwa pada saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis. Maka, secara otomatis bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri.
Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
“Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” terangnya.
Ia mengatakan, dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara penyelenggara negara, yakni subholding Pertamina, dengan broker.
“Tersangka RS, SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum,” ucapnya.
Selain itu, lanjut dia, tersangka DW dan tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang.
Akibat kecurangan tersebut, komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi lebih tinggi yang kemudian HIP tersebut dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui APBN.
Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp193,7 triliun. Akan tetapi, jumlah tersebut adalah nilai perkiraan sementara dari penyidik.
Kejagung menyebut bahwa nilai kerugian yang pasti sedang dalam proses penghitungan bersama para ahli.
Diketahui, Kejagung pada Senin (24/2) malam menetapkan tujuh tersangka baru dalam kasus ini, yaitu RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF selaku PT Pertamina International Shipping.
Lalu, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(Ant/P-1)
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) mengeklaim telah mengetahui keberadaan Riza Chalid yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah
Riza merupakan tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina periode 2018-2023 yang disebut-sebut bermukim di Singapura.
Saat ini Riza berada di Singapura. Bagi Herdiansyah, penyidik JAM-Pidsus harusnya tak punya alasan lagi untuk tidak segera mengejar dan menangkap Riza.
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) menyebut Mohammad Riza Chalid, masuk ke dalam daftar daftar pencegah atau penangkalan (cekal).
Kejagung engungkap bahwa total kerugian keuangan dan perekonomian negara dalam perkara dugaan korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang mencapai lebih dari Rp285 triliun.
Kejagung memburu pengusaha M. Riza Chalid, yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan minyak mentah. Riza diduga berada di SIngapura
Riza tidak dijadikan buronan karena penyidik mau memanggilnya dulu sebelum upaya paksa itu diambil. Saat ini, strategi pemanggilan tengah disusun.
Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta tidak mengistimewakan Riza Chalid yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (persero)
PENYIDIK Kejaksaan Agung (Kejagung) merampungkan berkas kasus dugaan korupsi Pertamina dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
JAM-Pidsus Kejaksaan Agung menyita sejumlah aset milik PT Orbit Terminal Merak (OTM), termasuk kilang minyak, dalam kaitannya dengan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah
JAM-Pidsus Kejaksaan Agung menyita sejumlah aset milik PT Orbit Terminal Merak yang nantinya bakal disita untuk negara terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang
Nama Asyifa Latief, mantan Miss Indonesia 2010, kembali menjadi perhatian publik setelah diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Jumat, 2 Mei 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved