Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
DPR RI diingatkan untuk tidak kelewat batas dalam melakukan fungsi pengawasan lembaga lain. Upaya parlemen mengevaluasi kinerja pejabat negara yang dipilih lewat proses uji kelayakan dinilai bukan menjadi kewenangan DPR. Langkah itu dimungkinkan setelah DPR merevisi Peraturan Nomor 1/2020 tentang Tata Tertib (Tatib).
Anggota Gerakan Nurani Bangsa sekaligus mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengingatkan, lewat revisi tersebut, DPR memiliki kewenangan mencopot hakim konstitusi, hakim agung, dan komisioner komisi negara seperti KPK. Baginya, hal itu adalah inkonstitusional.
Pasalnya, baik DPR, Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan KPK merupakan lembaga negara yang setara dan mandiri. Mereka, sambung Lukman, bukanlah subordinasi bagi yang lain.
"Maka hak dan kewenangan DPR untuk mengajukan usulan calon hakim MK, menyetujui calon hakim MA, atau memilih komisioner KPK, itu konteksnya terbatas dalam hal pemilihan anggota lembaga negara semata," ujar Lukman lewat keterangan tertulis, Rabu (5/2).
"Sama sekali tak terkait dengan kewenangan DPR untuk memberhentikan para pejabat lembaga negara dimaksud," sambungnya.
Bagi Lukman, mekanisme pemberhentian pejabat hasil uji kelayakan DPR tersebut diatur tersendiri lewat undang-undang masing-masing lembaga. Jika hal ini tetap dilakukan, ia membuka kemungkinan pimpinan lembaga lainnya bakal berpotensi diberhentikan oleh DPR.
"Bila DPR berwenang memberhentikan pejabat negara yang mekanisme pemilihannya melalui DPR, maka Panglima TNI, Kapolri, dan para duta besar bisa juga sewaktu-waktu diberhentikan oleh DPR. Bila seperti itu, penerapan sistem ketatanegaraan kita jadi kacau balau," jelas Lukman.
Menurut Lukman, Peraturan DPR tentang Tatib seharusnya hanya mengatur dan mengikat ke dalam internal DPR saja. Peraturan tersebut, ia menegaskan, tidak boleh mengatur dan mengikat lembaga negara lain di luar DPR. (Tri/M-3)
Dia mengaku hasil evaluasi tersebut sudah diserahkan ke pimpinan DPR. Namun, belum ada tanggapan dari pimpinan DPR.
Revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) terkait kewenangan DPR mengevaluasi secara berkala pejabat negara yang telah mereka pilih menimbulkan polemik baru.
PROSES fit and proper test alias uji kelayakan dan kepatutan di DPR untuk meloloskan pejabat negara perlu dievaluasi. DPR RI dinilai sudah kebablasan dalam memaknai kewenangan
DPR RI dapat mengevaluasi jabatan publik lembaga yang terpilih melalui mekanisme fit and proper test. Independensi lembaga negara dinilai terancam.
Revisi Tatib dikritik karena membuka ruang bagi DPR untuk mengevaluasi. Ia menjelaskan DPR tidak memiliki hak untuk mencopot pejabat yang menjalani fit and proper test di DPR.
DPR sebatas mengevaluasi dan merekomendasikan terkait hasil evaluasi tersebut ke instansi yang berwenang. Bisa Mahkamah Agung (MA) bahkan Presiden
DPR tak dapat menyandarkan kewenangan itu pada fungsi pengawasan yang melekat.
REVISI Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) telah disahkan. Perubahan itu mengatur soal pejabat negara hasil uji kelayakan boleh dievaluasi parlemen.
Revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) ini nampaknya memperlihatkan wajah DPR yang semakin sewenang-wenang
DPR RI bakal bisa mengevaluasi secara berkala pejabat pemerintah yang telah mengikuti uji kelayakan dan disetujui melalui rapat paripurna.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved