Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
GURU Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Umbu Rauta menilai revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) terkait kewenangan DPR mengevaluasi secara berkala pejabat negara yang telah mereka pilih menimbulkan polemik baru. Umbu menjelaskan alasan revisi peraturan tersebut menimbulkan polemik.
Pertama, secara substansi, sesuai UUD NRI 1945 maupun UU MD3, DPR memang berfungsi dan bertugas mengawasi pelaksanaan undang-undang, pelaksanaan APBN, dan kebijakan Pemerintah. Namun, pengawasan terhadap pejabat publik yang telah diuji kelayakan dan kepantasan oleh DPR melalui evaluasi secara berkala seharusnya tidak sampai pada rekomendasi pemberhentian pejabat publik.
"Alasan dan tata cara pemberhentian pejabat publik seperti Gubernur BI, Panglima TNI, Kapolri, Ketua OJK, Hakim Agung, Hakim Konstitusi, Komisioner KPK, Komisioner lainnya, telah diatur pada UU masing-masing," kata Umbu kepada Media Indonesia, Kamis (6/2).
Selanjutnya, Umbu menilai, dari aspek bentuk hukum dan daya ikat norma Peraturan Tata Tertib DPR materi muatannya lebih berlaku untuk internal DPR, tidak mengikat ke luar. Ia mengatakan hakikat materi muatan Peraturan Tata Tertib DPR yaitu peraturan prosedural terkait mekanisme pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang PR yang telah diatur pada UU MD3, tidak mengatur norma baru yang seharusnya pada level atau tataran Undang-undang.
"Ketiga, meski DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat, ada kekhawatiran pelaksanaan fungsi dan wewenang evaluasi berkala bisa tergelincir pada pertimbangan subyektif kelembagaan, manakala ada dugaan pejabat publik dimaksud tidak berperan sejalan keinginan DPR," katanya.
Sebelumnya, revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) telah disahkan. Perubahan itu mengatur soal pejabat negara hasil uji kelayakan boleh dievaluasi parlemen.
"Kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap hasil pembahasan revisi peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) apakah dapat disetujui?" ujar Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir saat mengambil keputusan pada Rapat Paripurna ke-12 DPR Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2025.
Seluruh anggota DPR yang hadir di rapat paripurna menyatakan setuju. Adapun perubahan beleid itu tertuang pada Pasal 228 A.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Sturman Panjaitan melaporkan hasil pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR tentang perubahan Tatib. Dia menuturkan Pasal 228 ayat (1) mengatur pejabat negara yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR bisa dilakukan evaluasi berkala.
"Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana dimaksud pasal 227 ayat (2) DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR," kata Sturman.
Kemudian, pada ayat (2) mengatur hasil evaluasi tersebut bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai mekanisme.
"Hasil evaluasi yang sebagaimana dimaksud ayat (1) bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku," kata Sturman. (Z-9)
Ketua Fraksi Gerindra DPR RI Budisatrio Djiwandono mengatakan akan menampung masukan dari berbagai pihak soal Revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib)
Revisi Tatib dikritik karena membuka ruang bagi DPR untuk mengevaluasi. Ia menjelaskan DPR tidak memiliki hak untuk mencopot pejabat yang menjalani fit and proper test di DPR.
Dia mengaku hasil evaluasi tersebut sudah diserahkan ke pimpinan DPR. Namun, belum ada tanggapan dari pimpinan DPR.
PROSES fit and proper test alias uji kelayakan dan kepatutan di DPR untuk meloloskan pejabat negara perlu dievaluasi. DPR RI dinilai sudah kebablasan dalam memaknai kewenangan
DPR RI dapat mengevaluasi jabatan publik lembaga yang terpilih melalui mekanisme fit and proper test. Independensi lembaga negara dinilai terancam.
DPR RI diingatkan untuk tidak kelewat batas dalam melakukan fungsi pengawasan lembaga lain. Evaluasi kinerja pejabat negara yang dipilih lewat proses uji kelayakan bukan kewenangan DPR
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved