Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Agung Sedayu Akui tak Semua Pagar Laut SHGB Milik PIK 2

Yakub Pryatama Wijayaatmaja
23/1/2025 18:33
Agung Sedayu Akui tak Semua Pagar Laut SHGB Milik PIK 2
Pagar laut terpasang di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten(ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin)

PENGACARA Agung Sedayu Grup, Muannas Alaidid, merespons soal polemik sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) pagar laut di perairan Tangerang.

Muannas, mengatakan, bahwa tidak semua dari pagar laut 30 km adalah SHGB milik PIK 2. Menurutnya, ada yang menarasikan seolah semua PIK 2 adalah proyek strategis nasional (PSN).  

“Isu ini lalu dibawa ke pagar laut bahwa semua pagar laut sepanjang 30 Km adalah SHGB PIK. Itu tidak benar, karena ada SHM warga lain sesuai keterangan BPN (Badan Pertanahan Nasional)," kata Muannas.

Muannas menyebut SHGB yang dimiliki pihak PIK sudah melalui prosedur yang ada.  "Bahwa SHGB yang ada di atas itu semua terbit sudah sesuai proses dan prosedurnya. Kita beli dari rakyat semula SHM dan dibalik nama resmi bayar pajak dan ada SK surat izin lokasi/PKKPR (persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang) semua lengkap," ujar Muannas.

Kuasa Hukum Agung Sedayu Grup itu juga mengatakan pagar laut yang telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) yang mereka miliki, sebelumnya adalah daratan dan bukan laut. Daratan itu terabrasi sehingga menjadi laut.

"Perhatikan ucapan pernyataan menteri ATR/BPN (Nusron Wahid) yang memerintahkan Dirjen SPPN untuk berkoordinasi dan mengecek dengan badan Lembaga Informasi Geospasial mengenai garis pantai Desa Kohod, apakah sertifikat HGB dan SHM berada di dalam garis pantai atau di luar," ucap Muannas.

Muannas mengeklaim setelah dilakukan pengecekan dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan tahun 1982, posisinya adalah daratan. 

Muannas membeberkan setelah mencocokkan dengan Google Earth, terlihat lahan SHGB dan SHM yang terkavling di sekitar kawasan pagar bambu di Desa Kohod, bukan laut. Menurutnya, tempat itu di masa lalu adalah lahan bekas tambak atau sawah yang terabrasi. 

"Kemudian cocokan dengan Google Earth yang SHGB dan SHM yang terkavling di sekitar pagar bambu, semua jelas menunjukkan bukan laut yang disertifikatkan, tapi lahan warga yang terabrasi lalu dialihkan sudah menjadi SHGB PT dan beberapa SHM di antaranya milik warga yang hari ini di soal," ujarnya. 

"Di mana masalahnya kalo SHGB dan SHM terbit itu adalah lahan milik warga awalnya berupa tambak atau sawah yang terabrasi tapi belum musnah sebab masih diketahui batas-batasnya dalam posisi terkavling yang kemudian sudah dialihkan menjadi SHGB PT," tandas Muannas. (Ykb/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya