Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Warga Desa Kohod Protes Namanya Dicatut untuk SHGB Lahan Pagar Laut

Ficky Ramadhan
29/1/2025 19:11
Warga Desa Kohod Protes Namanya Dicatut untuk SHGB Lahan Pagar Laut
Sejumlah nelayan membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

WARGA Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, melayangkan protes karena merasa nama mereka dicatut dalam surat kepemilikan tanah untuk lahan yang dipasangi pagar laut. Pencatutan tersebut diduga dilakukan oknum pemerintah Kabupaten Tangerang.

Salah seorang warga Desa Kohod bernama Nasarudin mengaku dirinya tidak pernah memiliki tanah di laut seluas 14.978 meter persegi yang disertai surat kepemilikan di laut pantai utara.

Menurut Nasarudin, para terduga oknum mafia tanah melakukan pembuatan surat hak guna bangunan (SHGB) di lahan bibir pantai, dengan mencatut nama warga setempat yang berpura-pura mengumpulkan fotokopi identitas untuk tujuan tertentu.

Luas tanah yang dibuatkan surat oleh Badan Pertanahan Kabupaten Tangerang dengan penerbitan 13 Desember 2023 lalu disebut bahwa, Nasarudin memiliki lahan seluas 14.978 meter persegi yang berada di patok laut dengan mengatasnamakan ahli waris, padahal warga tersebut masih hidup. 

"Saya tahu-tahunya identitas anak saya terjadi seperti ini. Terus saya baca-baca di surat tersebut, itu ada keterangan waris padahal saya masih hidup," kata Nasarudin dikutip dalam video Metrotvnews, Rabu (29/1).

Nasarudin mengatakan, dirinya pun tidak merasa punya tanah di laut dengan luas 14.978 meter persegi tersebut. Menurutnya, laut merupakan milik negara dan tidak bisa orang lain semena-mena mengambil alih lahan tersebut.

"Saya sama sekali tidak punya (tanah di laut) semeter pun saya tidak punya. Di daratan pun saya juga tidak punya, apalagi itu di laut. Itu lautan kan milik negara," ujarnya.

Oleh karena itu, dirinya pun merasa keberatan dengan adanya penerbitan surat tanah ini. Ditambah, pihak Desa Kohod juga tidak ada yang menemui dirinya, namun mereka meminjam identitas dirinya melalui anaknya tanpa alasan yang jelas.

"Saya merasa dirugikan dan saya tidak terima ini. Mereka tiba-tiba pinjam KTP ke anak saya, diambil begitu saja. Kemudian yang selebihnya saya tidak tahu ya, tiba-tiba jadi begini," tuturnya.

Sementara itu, Tim Advokasi Warga Desa Kohod, Henri Kusuma menjelaskan bahwa di Desa Kohod sendiri terbagi ada beberapa pecahan sertifikat terkait tanah di laut seluas 14.978 meter persegi tersebut.

Menurut Henri, Kepala Desa di wilayah tersebut memang sengaja mengerahkan warga untuk dimintakan KTP-nya tanpa alasan yang jelas.

"Itu anaknya dimintakan KTP tanpa sepengetahuan orangtuanya, ternyata untuk dibuatkan SHGB. Nah, dalam prosesnya itu dibuatkan juga surat keterangan waris. Jadi, seolah-olah ayahnya sudah meninggal," tuturnya. (Fik/M-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya