Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

PSHK UII: Pilkada Kembali ke Tangan DPRD, Indonesia Kukuhkan Kemunduran Demokrasi

Agus Utantoro
16/12/2024 18:32
PSHK UII: Pilkada Kembali ke Tangan DPRD, Indonesia Kukuhkan Kemunduran Demokrasi
Ilustrasi(Antara)

PUSAT Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia menegaskan mengembalikan pilkada ke tangan DPRD semakin mengukuhkan kemunduran demokrasi di Indonesia.

Data dari Economist Intelligence Unit (EIU) pada 2023, Indeks Demokrasi Indonesia sudah berada di peringkat ke-56 dengan skor 6,53, turun dua tingkat dari tahun 2022 dengan skor 6,71. 

Pengukuran Indeks Demokrasi EIU meliputi lima dimensi, yakni proses pemilu dan pluralisme, keberfungsian pemerintahan, partisipasi politik, budaya politik, dan kebebasan sipil. Dengan skor tersebut, demokrasi Indonesia masuk dalam kategori cacat atau flawed democracy.
Hal itu disampaikan dua peneliti PSHK FH UII M. Addi Fauzani dan M. Erfa Redhani dalam rilis tertulisnya, Senin (16/12).

M Addi Fauzani mengemukakan pelaksanaan pilkada yang dilaksanakan oleh DPRD menafikan setidaknya dua mandat konstitusi yang telah diberikan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 55/2019.

Putusan MK, lanjutnya, sebagai mandat konstitusi yang tidak lagi membedakan rezim (asas dan prosedur) pelaksanaan pilkada dan pemilihan umum (pemilu).

Hal tersebut berarti asas pemilu yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil atau Luberjurdil sebagaimana diatur di dalam pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945, juga harus diterapkan di dalam asas dan prosedur pelaksanaan pilkada. Sementara mandat konstitusi untuk pembentuk undang-undang agar tidak dengan mudah mengubah model pemilu atau pilkada yang diselenggarakan secara langsung dan serentak sehingga terbangun kepastian dan kemapanan pelaksanaannya.

Sementara M Erfa Redhani menjelaskan wacana pilkada melalui DPRD yang didasarkan pada alasan efisiensi prosedur maupun anggaran merupakan alasan yang sangat lemah. Hal ini, katanya, pilkada secara langsung maupun lewat DPRD sama-sama rentan akan money politic. 

Ia menambahkan narasi akan mahalnya pilkada langsung justru terkesan menyalahkan rakyat. Padahal, jelasnya biaya mahal lahir karena politisi menggunakan cara-cara instan dengan uang untuk mendulang suara.

Erfa mengingatkan secara historis, usulan pilkada oleh DPRD telah berulang kali dicoba disahkan oleh elite tetapi buntu, terakhir dibatalkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2014 melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). 

"Hal ini memperlihatkan bahwa upaya-upaya pembajakan demokrasi dan kedaulatan rakyat oleh elite akan selalu berakhir dengan kegagalan," tegasnya.

Karena itu PSHK FH UII mendesak para pembentuk Undang-Undang yakni Presiden Prabowo dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk tetap patuh pada mandat konstitusional bahwa Pilkada dilakukan berdasar asas Luberjurdil dan tidak mengganggu kepastian serta kemapanan prosedur.

"Kami mengajak kepada seluruh elemen masyarakat, untuk mengawal dan memberikan pengawasan kepada pembentuk undang-undang agar tetap teguh pada komitmen kedaulatan rakyat," tegasnya. (AU/J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya