Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

2,5 Tahun UU TPKS Disahkan, Permintaan Perlindungan Naik Signifikan

Devi Harahap
11/12/2024 13:22
2,5 Tahun UU TPKS Disahkan, Permintaan Perlindungan Naik Signifikan
(Ilustrasi) kekerasan.(MI)

SEJAK diundangkan pada 9 Mei 2022, implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) masih menemui berbagai tantangan. Meski telah 2,5 tahun berjalan, aturan ini seolah tak berdampak signifikan dalam menekan jumlah kekerasan seksual hingga sulitnya memberikan hak-hak perlindungan dan penanganan bagi korban dan saksi.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Antonius PS Wibowo mengatakan bahwa implementasi undang-undang tersebut masih menghadapi sejumlah tantangan antara lain ketersediaan layanan yang memadai, sinergitas pelayanan antar lembaga, dan kebutuhan penanganan yang lebih responsif terhadap korban.

“Pada upaya pencegahan penanganan, perlindungan dan pemulihan masih menghadapi berbagai tantangan baik berupa ketersediaan layanan yang belum memadai sehingga pelayanan antar lembaga masih harus dioptimalkan dan dibutuhkannya penanganan yang lebih responsif terhadap kondisi korban,” ujarnya pada peluncuran dan Diskusi Hasil Kajian Implementasi UU TPKS di Jakarta pada Rabu (11/12). 

Lebih lanjut, Antonius memaparkan bahwa permohonan perlindungan dalam tindak pidana kekerasan seksual terus meningkat setiap tahunnya. Dipaparkan pada 2022 terdapat 672 permohonan, jumlah itu meningkat menjadi 1.063 permohonan tahun 2024. 

“Atas dasar tersebut, kajian ini mendorong berbagai kebijakan kepada kementerian/lembaga serta para pendamping korban dan saksi. Kajian ini juga secara khusus membuat rekomendasi khusus tentang restitusi bagi korban,” katanya.

Sebagai ikhtiar untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, LPSK melakukan kajian terhadap implementasi UU TPKS yang berfokus pada evaluasi implementasi yang bertujuan untuk penguatan, perlindungan dan pemulihan korban serta pencegahan kekerasan seksual. 

“Kami berupaya mengidentifikasi tantangan dalam implementasi UU TPKS. Kajian ini diharapkan bermanfaat dalam mendorong strategi penguatan dan optimalisasi penyelenggaraan pelayanan terpadu bagi korban kekerasan seksual sehingga mendukung perlindungan hak asasi dan korban dalam proses peradilan,” imbuh Antonius. 

Antonius Menjelaskan bahwa kekerasan seksual merupakan salah satu masalah krusial yang harus mendapat perhatian khusus oleh institusi lintas bidang. Karena itulah, kajian tersebut menyampaikan sejumlah rekomendasi untuk memperkuat layanan bagi saksi dan korban.

“Kepolisian serta pendamping harus memahami prosedur permohonan restitusi, lalu untuk Kementerian PPPA perlu mensosialisasikan hukum acara yang tunduk kepada undang-undang PPKS, Kejaksaan Agung harus mengembangkan pedoman eksekusi restitusi, dan Mahkamah Agung harus pengembangan panduan dan dan hukuman bagi pelaku,” katanya.

Selain itu, LPSK juga menerbitkan keputusan tentang pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan internal LPSK guna menghilangkan kekerasan seksual dalam relasi kuasa di lembaga tersebut. 

“Para pimpinan dan pegawai telah menandatangani pakta integritas anti kekerasan seksual dan anti bullying di lingkungan LPSK. Hal ini untuk membangun dan menerapkan standar bagi banyak pihak untuk memberikan perlindungan yang optimal bagi saksi dan korban,” tandasnya. (Dev/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya