Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PENELITI Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah menilai langkah KPK yang getol melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada akhir tahun ini sebagai upaya meraih kepercayaan publik.
Herdiansyah menilai sebenarnya OTT bukanlah sesuatu yang dikehendaki KPK atau elite politik, karena merugikan mereka yang tersangkut perkara korupsi. Hal tersebut terungkap dari pernyataan pimpinan KPK Johanis Tanak yang mengatakan akan menghilangkan OTT dan diamini oleh anggota DPR saat fit and proper test calon pimpinan KPK beberapa waktu lalu.
"Jad, kalaupun ada OTT yang dilakukan KPK itu semacam anomali, kontradiksi. Artinya bisa kita tangkap sebagai bagian yang bisa menjelaskan bahwa KPK yang sekarang bahkan komisioner KPK yang baru terpilih adalah mereka yang tidak setuju dengan konsep OTT. Bahkan, elit politik yang memilih mereka di Komisi III juga sama," kata Herdiansyah, ketika dihubungi, Selasa (4/12).
Herdiansyah mengatakan dengan pernyataan menghilangkan KPK itu menimbulkan sorotan negatif dari publik. Maka dari itu, ia menilai pimpinan KPK saat ini berupaya meredam sorotan negatif dan mengembalikan kepercayaan publik dengan melakukan OTT.
Bahkan, 3 kali OTT dilakukan dalam waktu singkat, yakni pada Oktober dan November tahun ini dengan mengungkap korupsi pengadaan barang dan jasa di Kalimantan Selatan, kasus pemerasan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, dan terakhir menangkap Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa.
"Jadi kalau pun ada 3 OTT di akhir tahun saya menangkap itu sebagai bagian atau upaya untuk melegitimasi kepercayaan publik terhadap KPK. Jadi, semata-mata OTT itu dianggap sebagai bagian atau upaya mendorong kembali agar kepercayaan publik menjadi pulih terutama menjelang pimpinan KPK yang dipilih oleh Komisi III," ujarnya.(P-5)
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai operasi tangkap tangan (OTT) di Ogan Komering Ulu (OKU) merupakan sebuah ironi karena dilakukan di tengah efisiensi anggaran.
PENELITI Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak konsisten dalam melakukan OTT
Selain Risnandar, ada delapan orang lagi yang dijaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Pekanbaru.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT)
KPK menangkap pejabat negara dan sejumlah pihak dalam operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Pekanbaru, Riau, Senin (2/12). Mereka yang terjaring kini tengah diperiksa penyidik.
Upaya paksa itu terjadi karena Plt Kepala Bagian Umum Pemkot Pekanbaru Novin Karmila (NK) mau menghapuskan bukti.
Uang itu merupakan hasil dari pemotongan ganti uang di Bagian Umum Sekda Pekanbaru sejak Juli 2024.
Sebanyak Rp170 juta telah diberikan Indra kepada dua orang yakni Kadishub Kota Pekanbaru Yuliarso (YL) dan sebagian wartawan di sana.
KPK menetapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Pekanbaru Indra Pomi Nasution dan Plt Kabag Umum Pemkot Pekanbaru Novin Karmila juga ditetapkan sebagai tersangka atas OTT ini.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam OTT kasus penganggaran Pemkot Pekanbaru.
KPK membawa penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa ke markasnya di Jakarta usai terkena operasi tangkap tangan (OTT). Dia tiba sekitar pukul 17.35 WIB.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved