Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pencabutan TAP MPRS 33/1967 Pemulihan Nama Soekarno Menyisakan Persoalan Hukum

Devi Harahap
19/11/2024 15:23
Pencabutan TAP MPRS 33/1967 Pemulihan Nama Soekarno Menyisakan Persoalan Hukum
Guru Besar ilmu hukum Universitas Indonesia, Maria Farida Indrati (kiri)(MI/Devi Harahap)

Guru Besar ilmu hukum Universitas Indonesia, Maria Farida Indrati mengatakan tidak berlakunya TAP MPRS No XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Negara dari Presiden Soekarno masih menyisakan sejumlah masalah hukum yang harus dituntaskan. 

“Dengan dicabutnya TAP ini yang menjadikannya tidak berlaku lagi, apakah masih ada masalah atau tidak? karena ternyata masih menyisakan masalah. Kita harus mengkaji apakah pencabutan TAP MPR ini perlu dikaitkan lagi dengan pencabutan melalui pembuatan TAP MPR yang baru?,” jelas Maria di Jakarta pada Selasa (19/11). 

Pada sesi Diskusi Kelompok Terpumpun Tindak Lanjut Tidak Berlakunya TAP MPRS No. XXXIII/ MPRS/1967 Terhadap Pemulihan Nama Baik Dr. (H.C.) Ir. Sukarno Sebagai Tokoh Proklamator Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang diselenggarakan BPIP itu, Maria mengatakan bahwa pemulihan nama baik Sukarno harus dilaksanakan melalui proses pengadilan. 

“Meskipun sudah dicabut tapi TAP masih menyisakan masalah, bagaimana pelaksanaan pemulihan nama baik dari Sukarno sebagai tokoh proklamator kemerdekaan bangsa.? Seharusnya pemulihan nama baik Sukarno dilaksanakan melalui proses pengadilan,” jelasnya.

Maria menjelaskan bahwa pada hakikat hukum, sebuah TAP MPR dapat dicabut apabila dikeluarkan melalui keputusan TAP MPR yang baru, namun sejak amandemen UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan ketetapan yang bersifat mengatur (regeling) dan berlaku mengikat keluar. 

“Hilangnya kewenangan ini sebagai konsekuensi dari perubahan mendasar UUD 1945 yang memengaruhi sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya perubahan fungsi dan kewenangan MPR,” tuturnya 

Maria menegaskan bahwa meskipun TAP MPR tersebut telah dicabut, namun masih terdapat kesalahpahaman di masyarakat terkait pemikiran dan praktik politik Sukarno dalam kaitannya dengan komunisme. Sehingga ia mendorong agar dikeluarkan Keputusan Presiden dalam konteks rehabilitasi nama Sukarno.  

“Dalam hal ini, penyelesaian hukum harus diselesaikan oleh pejabat presiden untuk menyamakan persepsi publik bahwa masih ada masalah hukum yang belum terselesaikan. Lalu dibuatkan legal basis yang berbentuk keppres presiden dalam konteks rehabilitasi,” jelasnya.

Selain itu, Maria juga mencatat bahwa pencabutan tersebut tidak kemudian secara otomatis mampu menegasikan isi pasal 6 TAP MPRS No. XXXIII/ MPRS/1967 yang mengamanatkan adanya proses penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang menyangkut Sukarno. 

“Meskipun TAP MPR sudah dicabut, tapi masih ada muatan dalam pasal 6 yang bermasalah atau belum dilakukan. Bagaimana melihat ini? apakah kita menganggap TAP itu tidak berlaku tapi masih ada amanat untuk melakukan proses hukum? Karena itu perlu ada penyelesaian hukum yang bersangkutan dengan Sukarno, walaupun TAP MPR sudah selesai,” imbuhnya. 

Diketahui Pasal 6 MPRS No. XXXIII/ MPRS/1967 berbunyi “Menetapkan penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang menyangkut Sukarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada Pejabat Presiden” (DEV/P-2) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya