Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Gugatan Pilpres 2024, MK Harus Pastikan Proses Persidangan Berjalan Terbuka

Yakub Pryatama Wijayaatmaja
24/3/2024 19:39
Gugatan Pilpres 2024, MK Harus Pastikan Proses Persidangan Berjalan Terbuka
Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis (kedua kanan) didampingi Henry Yosodiningrat (kanan)(Antara)

TIMNAS Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) dan TPN Ganjar-Mahfud MD telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait hasil Pemilu 2024. Salah satu permohonan yang diminta adalah pemungutan suara ulang tanpa cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.

Menanggapi itu, anggota dewan pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, menegaskan MK harus memastikan proses persidangan berjalan terbuka, transparan, dan akuntabel serta memberikan ruang yang memadai bagi para pihak untuk melakukan pembuktian atas dalil-dalilnya.

“MK juga harus konsisten menjalankan Putusan MKMK soal mencegah benturan kepentingan dalam penanganan perkara,” ungkap Titi kepada Media Indonesia, Minggu (24/3).

Baca juga : Dibatasi Tenggat Waktu di MK, Tim Hukum Anies-Muhaimin Prioritaskan Saksi dan Ahli

Selain itu, kata Titi, harus ada pengendalian dan pengawasan internal yang efektif agar tidak ada jajaran MK yang terlibat dalam penanganan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) melakukan tindakan-tindakan transaksional atau menyimpang dari aturan main yang ada.

Sehingga bisa berdampak buruk kredibilitas dan integritas MK di mata publik dalam menangani perselisihan hasil pemilu 2024.

“MK harus mampu menjaga kepercayaan publik di mana momen PHPU ini harus bisa dimanfaatkan MK untuk meyakinkan publik bahwa MK memang independen dan mampu menjadi pemutus PHP dengan seandil-andilnya dan terbebas dari intervensi politik dalam bentuk apapun,” ujarnya.

Baca juga : Anies-Muhaimin Diagendakan Hadir di Sidang Pertama Gugatan Hasil Pilpres di MK

Titi mengatakan PHPU di MK adalah saluran bagi para pihak yang merasa keberatan terhadap penetapan hasil pemilu yang dilakukan oleh KPU yang bisa berdampak pada perolehan kursi.

Pada pilpres, PHPU bisa juga mencakup permohonan yang berpengaruh pada siapa yang bisa masuk ke putaran kedua.

Titi menjelaskan Permohonan harus mampu membuktikan bahwa dalil-dalil keberatan yang mereka ajukan adalah beralasan dan signifikan akan berdampak pada hasil pemilu yang mempengaruhi perolehan kursi ataupun adanya pilpres putaran kedua.

Baca juga : NasDem Disebut Tetap Setia Bersama Koalisi AMIN

“Pemohon harus mampu membuktikan dalil-dalilnya dan meyakinkan hakim bahwa apa yang mereka mohonkan tersebut adalah sesuatu yang beralasan secara hukum,” ungkapnya.

“Hal itu bisa dilakukan apabila pemohon mengemas permohonannya dengan kokoh, solid, dan argumentatif, serta didukung alat bukti yang sangat memadai,” tambahnya.

Titi menilai alat bukti tersebut mampu membangun benang merah dengan berbagai dalil, fakta hukum, maupun tuntutan atau petitum yang diajukan pemohon. Alat bukti dapat berupa dokumen tertulis, keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, ataupun keterangan pihak.

Baca juga : Kubu Anies-Muhaimin Apresiasi Putusan DKPP soal Ketua KPU

Di sisi lain, Titi mengemukakan kemampuan pemohon merangkum data, fakta, dan argumen dalam sebuah permohonan yang berkualitas dan berbobot akan lebih mudah meyakinkan hakim untuk menerima dalil-dalil pemohon.

Apalagi jika diperkuat oleh proses pembuktian yang efektif dan mampu menggugah rasa keadilan majelis hakim MK yang menangani perkara PHPU.

“Permohonan PHPU di MK bukan saja soal keberatan pemohon, tapi hal itu juga jadi instrumen hukum agar pemilu dan demokrasi tegak dan konsisten dijalankan sesuai nilai dan prinsip pemilu yang konstitusinal,” paparnya.

Baca juga : KPU Tegaskan Syarat Minimal Usia Capres-Cawapres 40 Tahun

Hal itu dilakukan agar ada koreksi serius dari sisi kerangka hukum, manajemen tahapan, kapasitas dan integritas penyelenggara, dan penegakan hukum dalam penyelenggaraan pemilu.

“Selain itu, agar pelanggaran dan dugaan kecurangan tidak begitu saja serta merta mengungkap hanya karena sudah ada hasil pemilu,” terang Titi.

“Proses yang dianggap bermasalah tentu harus dikoreksi melalui mekansime legal yang sudah diberikan konstitusi dan undang-undang sebagai pembelajaran agar di masa depan tidak ada yang menolerasni dan menormalisasi pelanggaran ataupun kecurangan pemilu, sekecil apapun itu,” tandasnya. (Ykb/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya