Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Praktik Dinasti Politik Harus Dihentikan

Widhoroso
29/1/2024 20:00
Praktik Dinasti Politik Harus Dihentikan
Webinar 'Demokrasi Indonesia: Terjerembab ke Dalam Dinasti Politik?'(HO)

PRAKTIK dinasti politik di Indonesia saat ini dinilai semakin merajalela. Hingga 2020, setidaknya praktik dinasti politik terjadi di 117 daerah di Indonesia.

"Jumlah tersebut hampir setara dengan 20% dari total daerah yang ada di Indonesia. Jika tidak dihambat, angkanya bisa meningkat menjadi pada pilkada 2024," jelas Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti dalam webinar 'Demokrasi Indonesia: Terjerembab ke Dalam Dinasti Politik?' yang digelar Moya Institute, akhir pekan lalu.
 
Saat ini praktik dinasti justru naik ke tingkat nasional. Hal ini dibuktikan dengan majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Pencalonan Gibran mengundang polemik karena prosesnya di Mahkamah Konstitusi (MK) sarat dengan masalah

Di webinar yang sama, pemerhati isu-isu strategis dan global, Imron Cotan menyebut saat ini proses rekrutmen politik di Indonesia kembali ke pola lama yaitu berdasarkan garis keturunan sehingga memunculkan kekhawatiran besar dari berbagai kalangan, baik dari dalam dan luar negeri. "Banyak sekali artikel tulisan di luar negeri yang mengutarakan kegusaran melihat proses rekrutmen politik di Indonesia yang bermasalah," ungkap Imron.

Sementara itu, cendekiawan Komarudin Hidayat menyatakan Indonesia telah lama meninggalkan praktik politik dinasti. Karena itu, ia menilai praktik dinasti politik yang terjadi saat ini merupakan suatu keanehan atau anomali. "Itu sama dengan tidak memahami sejarah. Mereka (yang menjalankan politik dinasti) tidak memahami sejarah," ungkap Komarudin Hidayat.

Untuk membangun demokrasi yang kuat dan kepemimpinan yang berkualitas, diperlukan mobilitas vertikal yang kompetitif seperti melalui kaderisasi di partai-partai politik. Namun, pertanyaannya adalah apakah partai politik yang ada saat ini benar-benar mewakili aspirasi rakyat dan sungguh-sungguh menjalankan aspirasi tersebut untuk mewujudkan dan merawat negara demokratis.

"Saat ini, partai politik dinilai seperti sebuah perusahaan dengan pemegang sahammnya adalah para pendiri dan investornya dari kalangan oligarki. Di sini, ikatan negara dan warga negara menjadi terputus," katanya. (RO/R-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya