Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Peradi Diberi Kewenangan Melaksanakan Pendidikan Advokat

Media Indonesia
06/12/2023 12:11
Peradi Diberi Kewenangan Melaksanakan Pendidikan Advokat
Para pembicara memberikan materi bidang hukum kepada mahasiswa FH Universitas Bung Hatta Padang di Kantor DPN Peradi, Jakarta(Dok. DPN Peradi)

KETUA Harian DPN Peradi, R Dwiyanto Prihartono menegaskan Peradi di bawah Ketum Otto Hasibuan merupakan satu-satunya organisasi advokat yang diberikan kewenangan untuk mengurusi advokat sebagaimana perintah Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

“Ada delapan kewenangan negara yang didelegasikan kepada Peradi ini (Peradi Otto Hasibuan), di antaranya pendidikan advokat, ujian advokat, dan pengangkatan advokat,” ujar Dwi seusai acara kuliah lapangan puluhan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta (FH UBH) Padang di Kantor DPN Peradi, Jakarta, Rabu (6/12).

Dosen Pendamping Lapangan yang juga Dekan FH UBH Padang, Sanidjar Pebrihariati, menyampaikan kuliah lapangan di DPN Peradi ini diikuti 42 orang mahasiswa semester VII yang telah selesai mengikuti ujian seminar proposal untuk mendapatkan pengetahuan praktik di bidang hukum.

Baca juga: Penahanan Firli bakal Jadi Kado Terindah Jelang Hari Antikorupsi Sedunia

Dalam acara yang juga dihadiri Waketum DPN Peradi Zul Armain Aziz, Wasekjen Viator Harlen Sinaga, dan Kabid Publikasi, Humas, dan Protokoler Riri Purbasari Dewi, ini Peradi menyiapkan juga tiga pemateri untuk membekali puluhan mahasiswa FH UBH mengenai praktik TUN (tata usaha negara).

Ketua Bidang Kajian Hukum dan Perundang-Undangan DPN Peradi, Nikolas Simanjuntak, menyampaikan berdasarkan hasil riset pihaknya pada 2018, ada sekitar 78 ribu peraturan tidak sinkron dan harmonis dengan ketentuan hak asasi manusia dan UUD 1945. Dari jumlah itu, 43 ribu di antaranya merupakan peraturan daerah (perda) tingkat provinsi dan kabupaten atau kota.

Ia mengungkapkan, hadirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga melahirkan banyak peraturan desa (perdes) yang tidak sinkron dengan UU di atasnya, terlebih lagi dengan ketentuan HAM dan UUD 1945. “Itu (bisa) diadvokasi. Advoksi untuk melakukan judicial review terhadap perda sudah ada peraturan pendukungannya,” kata dia.

Adapun anggota Dewan Kehormatan Daerah (DKD) Peradi DKI Jakarta, Ali Abdullah Moda, menyampaikan warga negara mempunyai hak untuk menggugat eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta lembaga di bawahnya sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Dosen hukum tata negara (HTN) di Universitas Pancasila (UP) Jakarta ini menuturkan masyarakat bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN), misalnya karena pejabat pemerintahan tidak mengeluarkan surat keputusan (SK) mengenai suatu hal.

Ia mencontohkan gugatan yang besifat fiktif negatif yang pasif, yakni wali kota tiba-tiba melakukan pembongkaran suatu bangunan, tetapi tidak ada surat atau dasar hukumnya. Sedangkan contoh tindakan bersifat pasif, yakni wali kota tidak juga menindaklanjuti permohonan penebangan pohon yang dianggap membahayakan.

“Itu bisa menjadi objek sengketa TUN tapi perbuatannya melawan hukum dan penguasa. Itu dimungkinkan diajukan gugatan yang bersifat pasif maupun bersifat aktif,” terang dia.

Pada kesempatan itu, anggota Peradi Diani Kesuma menyebut syarat berdirinya suatu negara hukum, di antaranya adanya peradilan tata usaha negara untuk mengawasi pemerintahan atau birokrasi yang tugasnya melayani publik atau masyarakat.

“Kalau pejabat pemerintah bertindak sewenang-wenang, kita ingin cepat-cepat menikah tapi pejabat tidak mengurusi (misalnya), kita bisa menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara,” ungkapnya.

Masyarakat juga bisa mengadu ke Ombudsman RI selaku pengawas internal pemerintahan jika terjadi dugaan maladministrasi. Aduannya bisa termasuk soal pelayanan pengadilan yang bukan ranahnya pengadilan tata usaha negara. “Kalau maladministrasi karena kita merasa dirugikan karena lama, berlarut-larut pelayanan, jangan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, ke Ombudsman,” tandasnya. (RO/J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik