Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
LANGKAH pemerintah dengan tetap membiarkan wakil menteri (wamen) rangkap jabatan sebaai komisaris badan usaha milik negara (BUMN) merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Kebijakan tersebut dapat berbuntuk panjang jika terus dibiarkan.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menjelaskan, penegasan terbaru yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) lewat Putusan Nomor 21/2025 pekan lalu harusnya cukup membuat pemerintah menarik para wamen dari kursi komisaris perusahaan pelat merah.
Ia menjelaskan, putusan MK tersebut menggarisbawahi bahwa larangan rangkap jabatan bagi menteri juga berlaku bagi wamen. Secara konsep, Feri mengatakan bahwa wamen adalah orang-orang profesional yang tidak dapat bekerja secara multitaksing atau mengerjakan lebih dari satu peran sekaligus.
"Tapi harus fokus membantu menteri menyukseskan program-program kementerian. Dengan ditegaskannya oleh putusan MK, mau tidak mau, (para wamen harus) diberhentikan (dari jabatan BUMN)," terang Feri kepada Media Indonesia, Senin (21/7).
Feri mengatakan, membiarkan wamen rangkap jabatan di BUMN sama saja dengan melanggar putusan peradilan. Padahal, dalam konsep hukum administrasi, kebijakan atau tindakan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang maupun putusan pengadilan.
"Kalau tidak dilakukan (penarikan wamen dari BUMN), mestinya akan ada yang menggugat di PTUN (pengadilan tata usaha negara) untuk diberhentikan," jelas Feri. (Tri/P-3)
Kebijakan memberikan rangkap jabatan komisaris BUMN ke para wamen bakal membebani keuangan negara maupun keuangan BUMN itu sendiri.
Pernyataan Puan Maharani soal putusan MK terkait pemisahan pemilu sangat objektif.
REVISI Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dinilai sebagai satu-satunya jalan untuk mengakhiri polemik terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Rifqinizamy menjelaskan ada sejumlah hal yang membuat turbulensi konstitusi. Pertama, Pasal 22 E ayat 1 menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun.
WAKIL Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melampaui kewenangan konstitusional karena menetapkan pemisahan pemilu nasional dan lokal
MAHKAMAH Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang gugatan UU BUMN dengan agenda mendengarkan keterangan para ahli.
Terdapat 30 wamen yang saat ini merangkap jabatan menjadi komisaris di BUMN.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved