Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
PAKAR Hukum Tata Negara (HTN) Feri Amsari menilai bahwa para menteri dan pejabat yang ikut dalam Pilpres 2024 baik sebagai capres cawapres maupun tim pemenangan tidak akan mau mundur dari jabatannya sebagai penyelenggara negara.
Meski berpotensi adanya konflik kepentingan, sejumlah peraturan yang dibuat justru melanggengkan ambisi para elit tersebut.
"Sebenarnya mundur sudah tidak mungkin lagi karena Putusan MK yang waktu dipimpin Anwar Usman sudah memperbolehkan para menteri dan lainnya untuk ikut kompetisi calon tanpa harus mundur, bahkan kampanye," ujar Feri kepada Media Indonesia, Minggu (26/11).
Baca juga : Menteri hingga Wali Kota Maju Pilpres tidak Wajib Mundur, Ini Respons KPU
Feri mengatakan bahwa sulit bagi para elit untuk meninggalkan jabatannya agar benar-benar terlepas dari potensi konflik kepentingan.
Baca juga : Jalankan Putusan MK, Putusan KPU Dinilai Sesuai Koridor
Persoalan etis pun bisa ditafsirkan dari berbagai aspek selama tidak ada aturan hukum yang secara tegas melarang.
Lantas, menurut Feri, untuk saat ini yang perlu ditingkatkan adalah pengawasan. Penyelenggara pemilu dan publik harus bersama-sama memastikan para menteri dan pejabat tersebut tidak memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan politik atau kampanye salah satu calon.
"Yang paling memungkinkan adalah memastikan agar para menteri atau siapapun dalam penyelenggara negara yang menjadi calon dan terlibat kampanye tidak menggunakan fasilitas negara dan memanfaatkan program untuk kepentingan kampanye untuk calon tertentu," tegasnya.(Z-8)
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Saat ini fokus menyusun dokumen brief policy yang akan memuat sejumlah poin evaluasi dan catatan penting dari pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pilkada sebelumnya.
Betty menjelaskan saat ini belum ada pembahasan khusus antara KPU dan semua pemangku kepentingan pemilu terkait e-voting.
Netralitas ASN merupakan salah satu isu krusial yang harus ditangani dengan penuh komitmen dan kokohnya peran Kemendagri dalam menangani permasalahan tersebut.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Tim dari Kemendagri, lanjutnya, melakukan pengecekan dan survei ke lapangan sebagai upaya penyelesaian sengketa. Menurutnya itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
Putusan MK Nomor 104/PUU-XXIII/2025 selanjutnya akan dibahas lebih lanjut. Ia mengatakan perlu regulasi yang detail untuk menjalankan putusan MK tersebut.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Semua pihak harus berhati-hati dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135 tahun 2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved