Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
KETUA DPP NasDem Willy Aditya mendorong Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk menafsirkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan pemilu nasional dan lokal. Willy menilai penafsiran itu dilakukan agar tidak terjadi kebuntuan dalam menafsirkan putusan MK tersebut.
"Kami mendorong MPR memberikan original intent dari apa yang sudah diputuskan oleh MK ini. Jangan kemudian kita terjadi deadlock penafsiran terhadap apa yang sudah diputuskan oleh MK," ujar Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/7).
Ia menilai DPR bisa merivisi UU Pemilu setelah adanya putusan MK. Namun, kata dia, DPR memerlukan pijakan yang kuat agar tak bertentangan dengan ketentuan hukum yang ada saat ini.
"Sebelum DPR jalan membuat peraturan pendahuluan, UU khususnya untuk pemilu, kami ingin mendorong MPR memberikan penjelasan, keterangan, original intent dari masalah putusan MK yang terjadi," jelasnya.
Willy menilai penafsiran dari MPR dapat menjadi landasan hukum bagi DPR dalam penyusunan revisi UU Pemilu. Ia menekankan pentingnya kepastian hukum dalam sistem demokrasi di Indonesia, salah satunya melalui penafsiran MPR.
"Demokrasi membutuhkan kepastian hukum. Jangan kemudian puluhan orang menggugat (konstitusi berubah). Sementara MPR itu enam ratusan, tujuh ratusan, dan itu merepresentasikan berapa juta orang," ucap Willy. (Faj/P-3)
Hal tersebut diperlukan agar jalannya perhelatan pemilu mendatang terselenggara dengan lebih baik dan berkualitas demi perbaikan demokrasi Indonesia ke depan.
Mendagri Tito Karnavian menyebut pemerintah masih mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal.
Jika alasan penolakan putusan MK karena pemilu tak digelar dalam siklus 5 tahunan sebagaimana mandat konstitusi, partai politik dinilai keliru.
Berbagai anggota DPR dan partai politik secara tegas menolak putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan waktu penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah.
MK dalam perkembangannya tidak lagi menjadi sekadar negative legislator dalam meneruskan suatu perkara, tetapi sudah melangkah progresif sebagai lembaga yang dapat menafsirkan konstitusi.
Semua pihak harus berhati-hati dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135 tahun 2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Titi menekankan DPR harus segera membahas RUU Pemilu sebab putusan MK tidak bisa menjadi obat bagi semua persoalan pemilu saat ini.
Bima Arya Sugiarto menilai bahwa keserentakan pemilu dan pilkada memberikan banyak manfaat dalam hal perencanaan anggaran.
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI 2012-2017 itu menilai, putusan MK relevan dengan kebutuhan demokrasi.
Wamen adalah orang-orang profesional yang tidak dapat bekerja secara multitaksing atau mengerjakan lebih dari satu peran sekaligus.
Kebijakan memberikan rangkap jabatan komisaris BUMN ke para wamen bakal membebani keuangan negara maupun keuangan BUMN itu sendiri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved