Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
PENETAPAN tersangka Wakil Menteri Hukum dan Ham (Wamenkumham) Edward Omar Sharif atau Eddy Hiariej oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengejutkan banyak pihak. Ahli hukum pidana tersebut diduga menerima gratifikasi perusahaan tambang nikel senilai Rp. 7 miliar terkait pengurusan akta perusahaan PT Citra Lampia Mandiri di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Pengamat Politik Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono, menyoroti penetapan status tersangka terhadap Eddy selaku pejabat tinggi di Kemenkumham sangatlah merugikan. Kasus Eddy menodai kredibilitas institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam reformasi hukum. .
"Rekam jejaknya sebagai seorang akademisi di bidang hukum pidana yang diakui, dan peran krusialnya dalam sosialisasi RUU KUHP yang disetujui DPR pada Oktober 2022, menjadi poin yang disayangkan jika terbukti benar," kata Vishnu lewat keterangannya kepada wartawan, Sabtu (11/11).
Baca juga : Jadi Tersangka, Wamenkumham Eddy Hiariej Seharusnya Mundur
Vishnu pun merasa prihatin terkait dengan kemunduran berulang kali dalam reformasi hukum dan pemberantasan korupsi di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Eddy menjadi nama ketujuh dalam lingkaran pejabat setingkat menteri atau wakil menteri yang terjerat dalam dugaan atau telah divonis korupsi.
Baca juga : Wamenkumham Eddy Mengaku Belum Pernah Diperiksa KPK
"Kasus-kasus ini menciptakan kesan bahwa pemberantasan korupsi bukanlah prioritas utama pemerintahan Joko Widodo, sebuah kontradiksi dengan janjinya untuk pemberantasan korupsi di pemilihan Presiden 2014 dan 2019," ujarnya.
Vishnu Juwono mengingatkan bahwa hasil Corruption Perception Index dari Transparency International mencerminkan penurunan terus-menerus, mencapai nilai terendah yakni 34 di era reformasi. Selain itu, indeks penegakkan hukum di Indonesia stagnan di angka 0.52-0.53 menurut World Justice Project selama periode 2015-2023.
Dengan kondisi sistem penegakkan hukum yang kembali tercoreng oleh dugaan kasus korupsi dan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Eddy Hiariej dan institusi Kemenkumham, Vishnu Juwono menyarankan agar Eddy mengajukan pengunduran diri sebagai Wakil Menteri.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan Eddy kesempatan untuk fokus pada upaya pemulihan nama baiknya dan membuktikan ketidakbersalahannya.
"Pengunduran diri Eddy dianggap sebagai langkah penting agar institusi Kemenkumham tidak terkesan tersandera oleh kasus ini, sehingga dapat fungsinya Untuk Reformasi Hukum dì Indonesia," tandasnya. (Z-8)
KPK juga diminta tidak menyetop kasus Eddy hanya karena sudah menjabat.
ICW mempertanyakan tindak lanjut kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi yang menyeret mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy.
KPK menyebut ada gugatan perdana dan pidana yang bergesekan dengan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menyeret mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak membantah pihaknya membela atau melindungi mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy.
KPK tidak mau sembarangan menetapkan eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy sebagai tersangka lagi dalam kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi.
KPK mengungkapkan belum ada perkembangan terbaru dari kasus mantan wamenkumham Eddy Hiariej.
Khofifah diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah untuk pokmas di lingkungan Pemerintah Provinsi Jatim tahun anggaran 2021–2022.
Mantan Menteri ESDM Arifin Tasrif diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk penyelidikan terkait pengelolaan mineral atau pertambangan di wilayah Indonesia bagian timur.
Budi mengungkapkan bahwa KPK juga akan membuka peluang untuk memanggil langsung Menteri UMKM Maman Abdurrahman terkait isi surat mengenai kunjungan istrinya, Agustina Hastarini, ke Eropa.
KPK juga menyita empat kontrakan dan kos-kosan terkait kasus ini. Aset itu ditaksir senilai Rp3 miliar.
Fadlul memberikan informasi kepada penyelidik KPK sampai pukul 19.20 WIB. Menurut dia, pertukaran informasi antara instansi dan penegak hukum wajar dilakukan.
Asep enggan memerinci nama-nama tersangka, sampai penahanan dilakukan. Kasus ini lama diselesaikan karena penghitungan kerugian negara belum rampung.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved