Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) telah memutuskan membentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK). Lembaga yang dibentuk pada Senin (23/10) itu, ditujukan untuk menindaklanjuti banyaknya laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi yang dipimpin oleh Anwar Usman.
Salah satu pelanggaran yang banyak dilaporkan adalah putusan batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden yang ramai disoroti oleh publik beberapa hari belakangan ini.
Merujuk Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, MKMK adalah perangkat yang dibentuk MK untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, dan martabat. Selain itu, MKMK dibentuk untuk menjaga Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Baca juga: Mahfud Sebut Hakim MK yang Terlibat Konflik Kepentingan Seharusnya tidak Boleh Putuskan Perkara
Keanggotaan calon anggota MKMK berjumlah tiga orang yang berbeda. Komposisinya yaitu satu orang hakim konstitusi aktif (Wahiduddin Adams), satu tokoh masyarakat (Prof. Jimly Asshidiqie), dan satu akademisi yang memiliki latar belakang bidang hukum (Bintan Saragih).
Keanggotaan tersebut bersifat tetap untuk masa jabatan tiga tahun atau bersifat ad hoc yang ditentukan melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Menanggapi itu, Anggota Komisi III DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menilai penting untuk membentuk MKMK tersebut. Sebab, menurutnya, putusan MK bersifat final dan mengikat (binding).
“Bayangkan, dari ruangan (DPR) ini jumlahnya ada 575 anggota dewan yang membuat undang-undang, (lalu) hanya diputus (atau) dibatalkan oleh sembilan orang (hakim MK). Apalagi, kalau hakim MK tersebut sudah menyeleweng ke hal-hal substansi yang itu menjadi ranah pembentuk UU, bukan kewenangan MK,” ujar Cucun di Jakarta, Senin (23/10).
Baca juga: Putusan MK Dikaitkan Dinasti Politik, Pengamat Sebut Sarat Konspirasi Kekuasaan Ikut Campur
Politikus Fraksi PKB ini menegaskan, tidak masalah siapapun yang akan mengisi jabatan MKMK tersebut.
"Yang penting, harus seorang negarawan dan betul-betul bebas dari kepentingan. Selain itu, ia menilai perdebatan publik ini dikarenakan MK yang merupakan lembaga produk dari reformasi seharusnya bisa mengawal konstitusi," kata Cucun.
“Perdebatan ini mungkin bukan karena penerjemahan sekelompok masyarakat, tetapi semua kelompok masyarakat (yang) melihat ada perubahan-perubahan sikap dan cara memutuskan," jelasnya.
"Seolah-olah keadilan dari kelompok masyarakat ini tidak didapatkan makanya penting membentuk Mahkamah Kehormatan ini,” ujar Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini.
Baca juga: HSG dan Rupiah Jeblok, Pasar Dinilai Merespons Deklarasi Gibran Jadi Cawapres Prabowo
Diketahui, pembentukan lembaga MKMK ini salah satunya untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik him konstitusi dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023. Sejauh ini, MK sudah menerima empat laporan atau pengaduan dugaan pelanggaran etik terkait dengan putusan tersebut yang disampaikan masyarakat.
Adapun dalam putusan Nomor 90 itu, MK menyatakan,meskipun belum menginjak usia 40 tahun, seseorang dapat mengajukan diri dalam kontestasi pemilihan presiden asalkan pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah.
Putusan itu dijatuhkan tidak bulat. Dari sembilan hakim konstitusi, dua hakim mengajukan alasan berbeda (concurring opinion), tiga hakim menerima, dan empat hakim mengajukan pendapat berbed (dissenting opinion). (RO/S-4)
LOKATARU Foundation melaporkan sembilan Hakim Konstitusi ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas dugaan pelanggaran kode etik terkait dalam sengketa Pilkada 2024
Perpanjangan masa tugas Palguna, Ridwan Mansyur, dan Yuliandri berdasarkan Keputusan Ketua MK Nomor 6 Tahun 2024. Ketiganya mengucap sumpah di hadapan Ketua MK Suhartoyo
DIREKTUR Eksekutif RISE Institute Anang Zubaidy menilai pembentukan Majelis Kehormatan MK (MKMK) secara permanen sebagai upaya untuk mengembalikan muruah MK
INDOPOL Survey dan FH Universitas Brawijaya Malang merilis survei tingginya persentase publik yang tidak setuju dengan putusan MK yang mencapai 51,45%.
KETUA Bidang Hubungan Legislatif DPP Partai NasDem, Atang Irawan merespons keberatan Anwar Usman atas keputusan MKMK. NasDem memiliki catatan khusus terkait sikap Anwar Usman
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah mengatakan pernyataan Jokowi tersebut hanya sekedar untuk menutupi pelanggaran konstitusi yang dilakukan di MK.
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved