Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan kepala daerah berusia di bawah 40 tahun untuk capres dan cawapres memang menuai pro kontra. Bahkan sejumlah pihak menilai adanya dugaan pelanggaran kode etik dari hakim konstitusi.
Dosen Departemen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum UGM, Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu, mengatakan agak sulit untuk membuktikan Hakim Konstitusi melanggar kode etik dalam putusan tersebut. Kepentingan pribadi hakim terkait perkara tersebut harus bisa dibuktikan.
"Apabila vested interest (kepentingan pribadi) bisa dibuktikan. Ini yang menurut saya cukup berat untuk membuktikannya," ujarnya kepada Media Indonesia, Selasa (17/10).
Baca juga: KPU Wajib Tindaklanjuti Putusan MK
Andi mengatakan bahwa yang menjadi masalah utama dalam keputusan MK adalah konsistensi. Hal itu menurutnya terlihat adanya kepentingan politik di balik putusan MK.
"3 putusan awal sudah memilih untuk tidak masuk dalam perdebatan usia. Namun ketika kasus No. 90, pada berbalik arah. Ini yang menurut saya hal yang politikingnya sangat kentara," tandasnya.(Van/Z-7)
Perkara yang masuk ke DKPP tidak semua dapat ditindaklanjuti sebab tidak cukup bukti.
KY berperan penting dalam menjaga kehormatan dan martabat hakim, serta menegakkan perilaku hakim yang beretika.
Komisi Yudisial (KY) menerima 401 laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) pada Januari sampai April 2025.
MA belum bisa menanggapi rekomendasi Komisi Yudisial (KY) terkait usulan pemberian sanksi etik kepada satu orang majelis hakim yang menangani kasasi Gregorius Ronald Tannur
DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Ketua dan tiga Anggota KPU Kota Banjarbaru karena terbukti melanggar Kode Etik
KOORDINATOR Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita mendukung pemisahan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dari Kemendagri
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved