Pakar: Putusan MK Sarat Kepentingan Bisa Dianulir

Sri Utami
17/10/2023 17:05
Pakar: Putusan MK Sarat Kepentingan Bisa Dianulir
Ilustrasi(Freepik)

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat capres-cawapres sarat kepentingan dan membuka celah pertentangan dengan Pasal 17 Ayat 3, 5, 6 dan 7 Undang-Undang No 48/ 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Dalam putusannya, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun menjadi capres-cawapres, asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau jabatan yang dipilih melalui mekanisme Pemilihan Umum atau Pilkada (elected officials)

Keberadaan Ketua MK Anwar Usman yang berelasi dengan Presiden Jokowi sekaligus paman dari Gibran Rakabuming Raka, menguatkan dugaan adanya konflik kepentingan (conflict of interests). 

Baca juga : Yusril: MK Tidak Bisa Putuskan Syarat Umur Capres dan Cawapres

"Ini bertentangan dengan spirit independensi kekuasaan kehakiman," kata pakar politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam, Selasa (17/10).

Dengan merujuk pada Pasal 17 ayat 3 UU No 48/ 2009 maka juga perlu juga dicermati hubungan mahasiswa UNSA Almas Tsaqibbirru selaku penggugat yang mengaku sebagai pengagum Gibran.

Baca juga : Ketua MK Anwar Usman Tabrak UU Kekuasaan Kehakiman

"Jika Almas memiliki relasi kepentingan secara langsung maupun tidak langsung dengan Gibran, maka hal itu jelas berpotensi bertentangan dengan Pasal 14 ayat 5 UU No 48/ 2009," ujarnya, Selasa (17/10).

Dalam Rapat Putusan Hakim (RPH) di MK kemarin, komposisi sikap hakim dalam pengambilan keputusan juga beragam dan tidak bulat. Tiga hakim yang setuju, dua hakim dissenting opinion (DO), dan dua hakim Concurring Opinion (CO) atau memiliki argumen berbeda tapi ikut saja setuju dengan keputusan mayoritas majelis hakim.

"Artinya, tidak menutup kemungkinan 2 orang hakim yang bersikap Concurring Opinion (CO) itu berada di bawah tekanan, namun tidak berani bersikap menghadapi kekuatan besar yang menghantui netralitas dan independensi hakim. Hal itu juga dikonfirmasi oleh testimoni Hakim Konstitusi Saldi Isra yang mengakui banyak hal aneh dalam pengambilan keputusan di MK kemarin"

Di menekankan merujuk pada Pasal 17 ayat 6 dan 7 UU No 48/ 2009, jika benar terjadi konflik kepentingan atau bahkan ada dugaan tekanan politik yang merusak independensi dan netralitas hakim, maka putusan MK bisa dianulir.

"Putusannya dinyatakan tidak sah, dan pihak-pihak yang diduga mengacaukan netralitas dan independensi hakim bisa dikenakan sanksi administratif atau bahkan dipidanakan. Selanjutnya, setelah dianulir, amar putusan bisa diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda," tegasnya.

Selain itu menimbang pada celah ketidakpastian dan lemahnya legitimasi putusan MK yang akan dilawan oleh gerakan masyarakat sipil (civil society) ini, maka para capres baik Prabowo Subianto maupun Ganjar Pranowo, sebaiknya tidak gegabah dan berhati-hati dengan berpikir matang sebelum mengambil keputusan untuk menentukan Gibran sebagai cawapres.

"Sebab, jika langkah politik itu sudah dilakukan, namun putusan MK kemudian digugat dan dianulir, maka hal itu akan menjadi amunisi yang sangat efektif untuk mendegradasi dan menghancurkan kredibilitas pencapresan mereka," paparnya.

Di sis lain waktu pendaftaran pasangan capres-cawapres sangat singkat dan segera ditutup. Sementara, jika para capres salah langkah dan menentukan strategi, maka deklarasi pasangan capres-cawapres yang bisa teranulir akan memunculkan daya rusak yang signifikan menjelang Pilpres 2024 mendatang. (Z-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya