Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
DOSEN Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan pertimbangan majelis hakim yang memberatkan vonis hukuman Tom Lembong ialah menjalankan kebijakan yang pro-kapitalis. Ia menilai pertimbangan putusan hakim konyol.
“Hakim yang memutus merupakan sepertinya tidak mengerti bahkan mungkin anti-demokrasi. Pertimbangan putusannya menjadi indikasi yang menggambarkan ketidakmengertian sekaligus ke-sok tahuan-nya masuk ke ranah yang bersifat politis. Jadi menurut saya putusan ini konyol,” kata Fickar kepada Media Indonesia pada Selasa (22/7).
Menurut Fickar, pendekatan ekonomi kapitalis atau ideologi lainnya dalam penerapan sebuah kebijakan tidak bisa digunakan sebagai alasan untuk memenjarakan orang, terlebih lagi jika tidak terbukti merugikan negara sesuai pengertian Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Justru kekeliruan dan kesalahan penilaian itu ada pada hakim yang inkompetensi. Perkembangan isme atau ideologi ekonomi tertentu adalah pilihan kelompok atau perorangan dalam koridor demokrasi,” ungkapnya.
Fickar menilai, seorang hakim atau peradilan pada umumnya dalam tidak mempunyai kewenangan untuk menilai sebuah ideologi atau isme yang berkembang dalam masyarakat. Dikatakan bahwa hal itu tak bisa dijadikan landasan untuk memutus perkara.
“Oleh karena itu, putusan ini nyeleneh, keluar dari pakem dan kewenangan hakim yang hanya berhak menilai apakah perbuatan seseorang memenuhi unsur atau tidak dari ketentuan pasal yang didakwakan, bukan soal ideologisme,” ucap Fickar.
“Jadi memang keputusan ini menjadi indikator bahwa hakim belum matang dalam memutuskan perkara,” sambungnya.
Selain itu, Fickar menyoroti putusan banding hukum yang akan diajukan oleh kuasa hukum Tom Lembong. Menurutnya, banding sudah seharusnya ditempuh dan diharapkan Pengadilan Tinggi dapat bersikap adil dalam memutuskan hasil banding tersebut.
“Sekarang perkara ada di tingkat banding yang kewenangannya juga masih judex facti, artinya memeriksa fakta. Kita berharap Pengadilan Tinggi berani jujur dan memutus lepas dari hukuman (onslag) terhadap Tom Lembong,” pungkasnya.
Banding
Sebelumnya, Penasihat hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengatakan bahwa kliennya akan mengajukan banding ke PT pada hari ini.
“Kami akan mengajukan banding hari Selasa. Dihukum satu hari saja, Pak Tom akan banding,” ujar Ari.
Menurut Ari, salah satu hal yang perlu diperhatikan terkait dengan vonis Tom Lembong ialah tentang tidak adanya mens rea. la berpendapat tidak dipakainya pertimbangan tentang mens rea secara detail menunjukkan kejanggalan, kegamangan, dan keraguan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan.
Karena itu, apabila menimbang asas in dubio pro reo, sudah seharusnya Tom Lembong dibebaskan.
“Pertimbangan majelis pun menggambarkan potential loss, dengan mempertimbangkan profit yang seharusnya didapatkan oleh BUMN atau PT PPI,” katanya.
Majelis hakim sebelumnya menjatuhkan hukuman penjara selama 4,5 tahun serta denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.(H-4)
Tom Lembong divonis hukuman penjara selama 4,5 tahun serta denda sebesar Rp750 juta
Tom dinyatakan bersalah dalam kasus ini. Dia divonis penjara selama empat tahun dan enam bulan.
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) akan mengambil opsi banding atas vonis empat tahun enam dan enam bulan penjara, terhadap Tom Lembong
Jika upaya banding ditempuh, jaksa penuntut umum mempunyai waktu tujuh hari untuk menyatakan sikap menerima atau mengajukan banding.
PAKAR hukum tata negara, Bivitri Susanti mengkritik putusan Majelis Hakim terkait vonis 4,5 tahun penjara yang diterima mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved