Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KOORDINATOR Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat sekaligus anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty meminta adanya upaya bersama untuk memperjelas definisi dan regulasi mengenai suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Hal itu disampaikannya dalam acara Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis: Politisasi SARA.
"Karena seringkali kita masih berdebat, kita masih bikin definisi yang kemudian multitafsir sehingga kita sendiri tidak menemukan titik temu," ujarnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (10/10).
Menurut Lolly, definisi dan aturan yang jelas serta rigid mengenai politisasi SARA diperlukan untuk menangkal bahaya terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pihaknya mengajak semua pemangku kepentingan untuk duduk bersama guna melahirkan satu definisi yang dapat diamini oleh seluruh pihak.
Baca juga: Bawaslu: DKI Jakarta Paling Rawan Politisasi SARA
Bawaslu juga mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi menyusun bank data kasus-kasus politisasi SARA sebagai kajian ilmiah. Upaya itu diperlukan sebagai basis pembuatan kebijakan pencegahan di masa yang akan datang.
Hasil pemetaan kerawanan yang dilakukan Bawaslu menyimpulkan kampanye bermuatan SARA di media sosial maupun di tempat umum serta mobilisasi penolakan calon berdasarkan SARA menjadi strategi umum politisasi SARA yang berujung pada kekerasan dan konflik berbasis SARA.
Baca juga: Jusuf Kalla Pilih Posisi Netral di Pemilu 2024
Kekerasan itu, sambungnya, memiliki modus yang beragam, seperti intimidasi, provokasi, bentrokan, dan kerusuhan antarpendukung. Lolly menyebut, ketika aksi saling provokasi dan intimidasi tidak terkelola dengan baik, dinamika konflik akan berkembang cepat dan menjadi sangat brutal.
"Muaranya adalah bentrokan antarkelompok atau kerusuhan antarmassa yang berlarut-larut," pungkasnya.
Bawaslu menempatkan DKI Jakarta sebagai provinsi paling rawan terjadi politisasi SARA dengan skor 100. Sementara itu, peringkat kedua diduduki Maluku Utara (77,16). Adapun peringkat ketiga sampai keenam ditempati DI Yogyakarta (14,81), Papua Barat (14,81), Jawa Barat (12,35), dan Kalimantan Barat (7,4). (Tri/Z-7)
Sejauh ini, polisi telah menangkap tersangka atas nama SM (22) pada pukul 02.45 WIB di Kecamatan Cibadak, Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, pada Jumat (4/12).
KORBAN dibunuh lantaran mendukung seorang mantan pejabat partai yang berkuasa yang pernyataannya tentang Nabi Muhammad dan memicu protes global.
MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) meminta masyarakat untuk tidak mempertajam polemik tentang desain Masjid Al Safar yang dituduh sarat dengan simbol Illuminati
Para tokoh agama pun diharapkan memiliki pemahaman yang luas dan tidak memprovokasi.
Mereka yang menolak konsep final Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika adalah bentuk sikap radikal.
Narasi konservatisme yang banyak muncul di media sosial umumnya terkait dengan isu perempuan, hubungan negara dengan warga negara serta amalan baik dan buruk
Pernyataan Wapres Ma'ruf Amin menyoroti kegaduhan soal penggunaan dana Baznas untuk perbaikan rumah 50 kader PDIP di wilayah Jawa Tengah.
Mensos Risma dinilai perlu mundur dari jabatannya sebagai Menteri Sosial. Sebab, Risma dinilai tak dilibatkan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) yang dilakukan pemerintah.
PENELITI senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Lili Romli mengagakan bantuan sosial (bansos) rawan disalahgunakan untuk memengaruhi para pemilih.
Untuk saat ini, politisasi bansos tentu menguntungkan kubu Prabowo-Gibran yang mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo.
Menurut Moeldoko, bansos sudah diberikan pada masyarakat sebelum putera Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved