Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Sarekat Demokrasi Indonesia Gelar Simposium Nasional, Dorong Peran Perempuan dalam Politik

Media Indonesia
11/6/2023 17:51
Sarekat Demokrasi Indonesia Gelar Simposium Nasional, Dorong Peran Perempuan dalam Politik
Sejumlah pembicara simposium nasional Demokrasi untuk Siapa yang digelar Sarekat Demokrasi Indonesia menyoroti peran perempuan dalam pemilu(DOK/SAREKAT DEMOKRASI INDONESIA)

ORGANISASI kemasyarakatan Sarekat Demokrasi Indonesia (SDI) merayakan dies natalis ke-2  dengan menggelar simposium bertajuk "Demokrasi Untuk Siapa?", di Aula Husni Hamid Pemerintah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Sabtu (10/6).

Acara dihadiri 500-an peserta, dan disiarkan secara langsung di Youtube MissUnderstanding.

Akademisi, politisi dan pengamat politik nasional berpartisipasi pada acara itu berdasarkan kepakaran mereka. Di antaranya Rocky Gerung (Filsuf), Titi Anggraini (Perludem), Cellica Nurrachdiana (Bupati Karawang), Saan Mustafa (anggota Komisi II DPR RI), Puteri Komarudin (anggota Komisi XI DPR RI), dan Roby Sugara (Akademisi UIN Ciputat).

Tajuk "Demokrasi untuk Siapa?" dibahas guna menyambut tahun Pemilu 2024 dan keadilan kesempatan bagi para politisi perempuan.

Titi Anggraini, aktivis Perludem, mencatat adanya 50,8% pemilih berusia 7-39 pada 2024. Meski begitu terdapat masalah kompleksitas teknis sekaligus integritas pada saat yang bersamaan.

"Kita adalah negara ketiga di Asia dari 17 negara yang diukur oleh Global Corruption Barrometer paling terpapar politik uang, jual beli suara," paparnya.


Sistem Pemilu


Demokrasi untuk Siapa? juga membahas sistem Pemilu 2024 yang masih belum ditetapkan. Sekretaris Jendral SDI, Salsabila Syaira, menyampaikan keheranan pada sedikitnya ruang diskusi yang cawe-cawe pada isu tersebut.

"Melengkapi senior saya, Mbak Titi, soal data politik uang. Bayangkan tingginya harga lembar rekomendasi dan nomor urut dari Parpol untuk politisi perempuan. Jika PKPU No 10 pasal 8 ayat 2 tidak direvisi, seperti tuntutan rekan-rekan civil society, Pemilu 2024 akan diingat sebagai kompetisi demokrasi yang didesign tidak mengundang perempuan-perempuan," tambahnya.

Sudah pasti, lanjut dia, jumlah legislator perempuan di pusat hingga provinsi dan kabupaten serta kota akan turun. "Sudah jatuh ketimpa tangga. Itulah tepatnya situasi politisi perempuan jelang Pemilu 2024, jika benar sistem pemilihan tertutup," tegas Salsabila Syaira.

Sementara itu, setelah 15 tahun memimpin Kabupaten Karawang, politisi perempuan senior, Cellica Nurrachdiana, juga angkat suara soal keberpihakannya pada perempuan.

"Keberhasilan saya dalam politik disebabkan mentoring dan kepercayaan dari senior saya Kang Saan Mustofa. Jika basis kompetisi politik, adalah kapasitas seseorang, dan saling mendukung saya yakin kita bisa maju bersama tidak peduli perempuan atau laki-laki," tegasnya.


Rahim perempuan


Pada kesempatan itu, pengamat politik sekaligus filsuf Rocky Gerung menyampaikan demokrasi itu sendiri adalah rahim perempuan, karena hanya pada rahim perempuan ada kesetaraan dan kejujuran.

"Dari awal perempuan paham soal keadilan karena waktu dia hamil dia berbagi psikologis dan nutrisi dengan bayinya. Jadi jangan ajari perempuan soal keadilan, merekalah sumber keadilan. Di dalam teori demokrasi kita sebut itu ethic of care, sedangkan pada laki-laki yang berlaku adalah ethics of right," urai Rocky.

Di sisi lain, simposium nasional ini digelar Sarekat Demokrasi Indonesia guna memberikan sumbangan pemikiran bagi pemimpin negara, politikus dan masyarakat. Sarekat Demokrasi Indonesia akan terus berkomitmen menghadirkan diskursus kritis di ruang publik.

Hasil simposium nasional tersebut akan menghasilkan artikel-artikel demokrasi sebagai buku saku digital jelang Pemilu 2024. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya