PRAKTISI hukum JJ Amstrong Sembiring menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 4 tahun menjadi 5 tahun bersifat anomali.
Menurut dia, ada tujuh hal putusan itu dikatakan anomali. Pertama, soal putusan MK yang membuat norma baru dengan memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK. Hal ini, menurutnya, melampaui kewenangan MK.
Pasalnya, Undang-Undang Dasar 1945 mengatur pemerintah dan DPR sebagai pembuat undang-undang dan norma di dalamnya atau positive legislator.
Baca juga: Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK Dinilai tidak Mendesak
“Perpanjangan masa jabatan hingga penentuan syarat usia wewenang sepenuhnya pembentuk undang-undang."
“Open legal policy merupakan kebijakan yang hanya bisa dibuat oleh pembentuk UU, yakni pemerintah dan DPR,” ucap Amstrong melalui keterangan tertulisnya, Minggu (28/5).
Kedua, jika merujuk berdasarkan referensi pada putusan-putusan MK sebelumnya, materi gugatan yang sifatnya open legal policy atau kebijakan hukum terbuka seperti diajukan Nurul Ghufron, maka hakim konstitusi akan menolak gugatan tersebut.
Ketiga, lanjut Amstrong, putusan MK itu secara implisit atau tidak langsung sudah mencampuri urusan DPR dengan mengatur masa jabatan dan batas usia pimpinan KPK.
"Keempat, berlakunya masa jabatan lima tahun juga ditujukan kepada Dewan Pengawas KPK bisa menimbulkan konflik kepentingan," kata mantan Capim KPK Periode 2019-2023 itu.
Kelima, selain itu jika merujuk pada pertimbangan hakim halaman 117 tafsirnya adalah memberikan kepastian hukum kepada panitia seleksi (pansel) untuk segera bekerja tetapi putusan MK tidak bisa ditafsirkan sendiri.
Baca juga: Putusan Lonjong Jabatan KPK
Menurut Amstrong, putusan itu tidak boleh berlaku surut. Pemahaman tafsir hukum bisa juga dimaknai bahwa putusan tersebut bukan artinya diteruskan masa jabatan Firli menjadi lima tahun.
“Dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun itu berlaku mulai 2024. Dalam putusan itu sendiri dikatakan, masa lima tahun itu dimulai dari tahun 2024 sampai 2029, berarti kan bukan sekarang,” ujarnya.
Keenam, dalam struktur manajemen tentunya menjadi tidak make sense, lantaran jika jabatan Firli cs ditambah satu tahun lagi, kacau semua anggaran sampai rencana kegiatan.
Ketujuh, Amstrong mengatakan gugatan yang diajukan oleh Nurul Ghufron, dalam hal ini judicial review yang diajukan berkaitan dengan kepentingan pribadinya, yaitu mengenai masalah minimal umur pimpinan KPK.
Kemudian, setelah diajukan, di tengah jalan, Nurul Ghufron memasukkan kembali gugatan yang berkaitan dengan masa jabatan pimpinan KPK.
“Gugatan Nurul Ghufron mengandung yang kita sebut di dalam hukum, conflict of interest (konflik kepentingan) karena pemohon mengajukan berkaitan dengan kepentingan pribadi versus ketentuan aturan hukum KPK,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, MK memutuskan masa jabatan pimpinan KPK dari awalnya empat tahun menjadi lima tahun. Hal itu diputuskan oleh MK pada sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/5). (RO/S-2)