Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
TENTARA Nasional Indonesia (TNI) membantah adanya revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya terkait anggaran akan berpotensi mengembalikan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Adapun dampak dari adanya dwifungsi ABRI adalah berkurangnya jatah warga sipil di bidang pemerintahan karena banyaknya anggota ABRI yang mendominasi pemerintahan. Hal ini juga menjadikan tidak transparannya sistem pemerintahan di Indonesia pada masa tersebut.
Teranyar, TNI ingin mengajukan kebutuhan anggaran langsung ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tanpa melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan). Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksda Julius Widjojono membantah TNI membuat draft revisi UU TNI dapat berpotensi kembalinya dwifungsi ABRI.
Baca juga : Revisi UU TNI Berpotensi Akomodir Prajurit Aktif Dapat Jabatan Kementerian
“Kemenkeu malah murni sipil semua. Coba lihat lebih detil,” tegas Julius kepada Media Indonesia, Kamis (11/5/2023).
Julius juga menerangkan sejauh ini TNI seringkali selalu membantu negara di pelbagai sektor. Contohnya, kata Julius, pelbagai permasalahan bangsa seperti saat penanganan covid-19, bencana alam, ketahanan pangan, hingga penanaman mangrove dilakukan TNI. “Bahkan sampai pembersihan sampah sungai dan laut oleh TNI apakah itu tidak dwifungsi juga?,” tuturnya.
Baca juga : Pengamat Nilai TNI tidak Butuh Jabatan Wakil Panglima
Sementara itu, pengamat militer, Anton Aliabbas, menilai usulan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 terkait Kemhan tidak lagi memberi dukungan administrasi pada TNI berpotensi melemahkan capaian reformasi TNI termasuk posisi Kemhan.
“Adanya semangat untuk mengurangi garis koordinasi dengan Kementerian Pertahanan. Draf ini secara eksplisit mengusulkan Kemhan tidak lagi memberi dukungan administrasi pada TNI,” ungkap Anton kepada Media Indonesia, Kamis (11/5).
Implikasi tersebut memang membuat TNI dapat mengelola kebutuhan dan anggaran dengan lebih otonom.
Namun, dalam banyak praktik di negara demokrasi, institusi militer jelas berada di bawah pengelolaan kementerian sipil, dalam hal ini Kementerian Pertahanan.
“Patut diingat penempatan TNI di bawah Kemhan adalah salah satu capaian dari reformasi TNI. Justru semestinya, posisi Kementerian Pertahanan lebih diperkuat sehingga adanya supremasi sipil lebih terlihat,” tegasnya. (Z-4)
Wapres meminta revisi UU TNI tidak mencederai semangat reformasi, terutama tentang dwifungsi.
USULAN revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau revisi UU TNI dinilai sebagai curhat colongan (curcol) para anggota TNI.
Pengamat menemukan pasal yang berpotensi bermasalah atau pasal karet dalam draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau revisi UU TNI.
Agum Gumelar mengatakan apabila tidak ada penugasan, jangan coba-coba menempatkan anggota TNI aktif untuk mengisi jabatan sipil.
Ketua Setara Institute, Hendardi, mengatakan wacana penambahan Kodam maupun revisi UU TNI memiliki aroma perluasan peran militer di ranah sipil begitu kental dan ingkari reformasi.
TNI menyodorkan sejumlah saran perubahan UU 34/2004 tentang TNI. Salah satunya pasa 47 ayat 2. Pasal tersebut mengatur perluasan kementerian yang bisa dijabat prajurit aktif TNI
Pengambilan keputusan dan mobilitas Panglima TNI selama ini sudah terbukti mampu berjalan efektif meski tidak ada Wakil Panglima.
DPR Jamin tidak Akan Menghidupkan Dwifungsi TNI
BELEID revisi UU TNI yang beredar saat ini terdapat klausul yang dapat dinilai sebagai curhatan dari keinginan TNI yang tidak mau diperlakukan lagi sebagai subordinat dari beberapa aspek
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved