Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
ATURAN masa berlaku Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) pada Kamis (11/5), pemohon uji materi UU menganggap ketentuan masa berlaku STNKB dan TNKB yang hanya 5 tahun inkonstitusional. Pemohon yakni Arifin Purwanto mempersoalkan Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ merugikan pemohon dan tidak ada dasar hukum yang melandasi perpanjangan STNKB dan TNKB tiap lima tahun.
“Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) berlaku selama 5 (lima) tahun yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun tersebut tidak ada dasar hukumnya,” ujar Arifin dalam ruang sidang.
Baca juga : Perpanjang Jabatan Pimpinan KPK, Setara Institute Sebut MK Keluar Jalur
Gugatan tersebut didasari oleh lambatnya penerbitan STNKB selama tiga bulan setelah melakukan perpanjangan STNKB dan membayar pajak tahunan di kantor samsat. Dirinya mengatakan harus menunggu selama tiga bulan, yakni 10 Juli 2023. Selain itu, Pemohon juga merasa dirugikan lantaran dalam memperpanjang STNK turut serta menghadirkan kendaraan. Sehingga dirinya harus menempuh perjalanan Surabaya-Madiun yang memakan waktu cukup lama.
Atas dasar tersebut, pemohon mengusulkan agar STNKB dan TNKB berlaku selamanya layaknya sebelum Indonesia merdeka hingga tahun 1984. Dirinya mengusulkan agar nomor seri STNKB dibuat sama dengan NIK KTP, bahkan dilengkapi dengan foto pemilik. Hal ini dinilai untuk mencegah pemalsuan dan pemborosan terhadap STNKB dan TNKB.
“Seandainya STNKB dan TNKB tersebut berlaku selamanya seperti sebelum Indonesia merdeka sampai dengan tahun 1984 maka tidak perlu repot-repot membawa sepeda motor tersebut dari Madiun ke Surabaya,” ungkap Arifin.
Baca juga : IDI akan Lanjutkan Uji Materil UU Kesehatan
Dalam menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyarankan agar Pemohon memperbaiki sistematika permohonan.
Ia menilai permohonan harus disesuaikan dengan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang sebagaimana tertuang dalam PMK Nomor 2 Tahun 2021 (PMK 2/2021).
“Jadi, kalau mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri tentang perbuatan melawan hukum, gugatan cerai di Pengadilan Agama itu semua yang diperiksa oleh hakim adalah pijakannya gugatan atau permohonan di MK," terangnya.
Baca juga : Ridwan Mansyur Ogah Pusingkan Anwar Usman
Pasalnya, lanjut Suhartoyo, permohonan atau gugatan itu adalah pijakan dari pada hakim untuk memeriksa dan kemudian bisa dan tidaknya perkara ini kemudian secara substansial dipertimbangkan oleh hakim, sehingga hakim bisa memutus apakah mengabulkan atau menolak.
"Itu dasarnya adalah gugatan atau permohonan yang memang memenuhi syarat-syarat formil. Syarat formil itu ya bapak sudah terangkan disini kewenangan MK. Nah itu bisa memenuhi syarat formil itu. Bapak menjelaskan Pasal 24 kemudian Pasal 24C, Pasal 10 UUD MK. Sebaiknya nanti format permohonan diperbaiki, estetika permohonan juga perlu diperhatikan,” ujar Suhartoyo.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta Pemohon untuk memperjelas argumentasi permohonan terkait pengujian Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ.
Kemudian, ia juga meminta Pemohon untuk melihat kembali putusan-putusan MK terkait pengujian pasal serupa yang telah diputus oleh MK sebelumnya. “Kasih sedikit uraian alasan mengajukan permohonan dan ada atau tidak hubungan sebab akibatnya,” terang Enny.
Sebelum menutup persidangan, Ketua Panel Hakim Wahiduddin Adams mengatakan Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Selambatnya permohonan harus diserahkan kepada Kepaniteraan MK selambatnya pada Selasa, 23 Mei 2023 pukul 13.30 WIB. (MGN/Z-4)
Viktor meminta MK memuat larangan wamen rangkap jabatan secara eksplisit pada amar putusan, bukan hanya di dalam pertimbangan hukum.
Menurutnya, pelibatan publik dalam pembahasan undang-undang merupakan tanggung jawab DPR dan pemerintah, karena merupakan hak dari publik.
Ironisnya dalam praktik pengesahan UU TNI, proses pembentukannya justru terkesan politis menjadi alat kuasa dari Presiden dan DPR.
Supremasi sipil dalam UU TNI belum sepenuhnya mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi, khususnya dalam situasi jika terjadi kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Empat orang mantan komisioner DKPP memohon supaya DKPP dipisahkan dari Kementerian Dalam Negeri dan nomenklaturnya diubah.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) dijadwalkan menggelar sidang perdana atas uji materi Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) siang ini, Jumat (25/4).
INDONESIA sebagai negara demokrasi terus berupaya menjalankan pemerintahan yang efektif, responsif, dan berpihak kepada rakyat.
Jika regulasi ini terus ditunda, Indonesia akan semakin tertinggal dan hanya menjadi pasar konsumen teknologi AI dari luar.
"MK sekadar menegaskan bahwa meski DPR dan pemerintah memiliki kewenangan membentuk undang-undang, tapi prosedurnya tidak bisa mengabaikan keterlibatan rakyat,"
KETUA Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan pihaknya siap membahas kembali terkait batas wilayah di seluruh Indonesia bersama pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Zakat adalah kewajiban privat yang pengelolaannya membutuhkan regulasi publik.
Pemohon juga menyoroti tren legislasi yang semakin mengabaikan partisipasi masyarakat yang bermakna.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved