Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

NasDem Minta Mendagri Cabut SE Soal Pj Kepala Daerah karena Dinilai Otoritarian

Anggi Tondi Martaon, Joan Imanuella Hanna Pangemanan
21/9/2022 11:34
NasDem Minta Mendagri Cabut SE Soal Pj Kepala Daerah karena Dinilai Otoritarian
Ketua DPP NasDem Willy Aditya(MI/Susanto)

PARTAI NasDem mengkritik Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 821/5492/SJ tanggal 14 September 2022 yang memberikan persetujuan terbatas kepada penjabat (Pj), pelaksana tugas (Plt), dan penjabat sementara (Pjs) dalam mengelola kepegawaian daerah. Mendagri Tito Karnavian diminta mencabut SE tersebut.

"Meminta kepada Saudara Mendagri Tito Karnavian untuk mencabut/merevisi SE tersebut agar tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan menimbulkan polemik dalam perikehidupan pemerintahan daerah," kata Ketua DPP NasDem Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/9).

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) itu mengingatkan Tito tidak sembarangan membuat kebijakan. Sebab, dapat berdampak buruk terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Baca juga: Rico Kembali Desak RUU DOB Papua Barat Daya Segera Disahkan  

"Hendaklah Mendagri tidak mengambil kebijakan yang dapat menjerumuskan Presiden lewat ketentuan yang dapat menimbulkan polemik dalam kehidupan bernegara kita," ungkap dia.

Ada sejumlah pertimbangan NasDem mengkritik SE Pj kepala daerah boleh menggeser ASN. Pertama, dianggap dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3) UU Pilkada melarang pergantian atau pergeseran pejabat di pemerintahan daerah sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan. Kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Apalagi dalam SE juga dinyatakan tidak diperlukan permohonan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga, kebijakan yang baru saja dikeluarkan Tito dinilai tidak tepat.

"Padahal, persetujuan Mendagri terkait dengan Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016, justru harus didasarkan pada permohonan dari pejabat Gubernur, Bupati dan/atau wali kota sebagai pembina kepegawaian di pemerintahan daerah," sebut dia.

Selain itu, larangan tersebut juga diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Willy menyebut larangan Plt, PJ, dan Pjs menggeser pejabat di pemerintahan daerah karena hanya mendapat kewenangan dari mandat, bukan delegasi atau bahkan atribusi. 

"Hal tersebut menjadikannya tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran," ujar dia

Wakil Ketua Fraksi NasDem itu pun menilai terbitnya SE Mendagri No. 821/5492/SJ adalah praktik yang membawa kemunduran bagi proses demokrasi. Serta, prinsip good government dalam kehidupan bernegara.

"Terbitnya SE tersebut juga menjadi manifestasi dari praktik otoriterianisme dari seorang pejabat pemerintahan yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang telah berlaku," pungkas dia. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya