Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

MK Nilai Perkap No.8/2009 Belum Tegas Diimplementasikan

Indriyani Astuti
24/8/2022 13:45
MK Nilai Perkap No.8/2009 Belum Tegas Diimplementasikan
Suasana sidang di Mahkamah Konstitusi(MI/Susanto)

HAKIM Konstitusi Suhartoyo mengatakan Peraturan Kapolri (Perkap) No.8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri tidak tegas dan secara konsisten diberlakukan khususnya pemberian hak pendampingan hukum terhadap saksi pada pemeriksaan atau penyidikan suatu perkara.

Mahkamah Konstitusi (MK), terang Suhartoyo, telah meminta keterangan Kepolisian RI (Polri) mengenai implementasi Pasal 27 ayat 1 dan 2 huruf a Perkap tersebut yang berbunyi ‘Memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka, dan terperiksa untuk menghubungi dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai’.

“Masih diperlukan sosialisasi hingga tingkat kewilayahan untuk dapat diterapkan Perkap tersebut dalam proses penyidikan. Terlebih akan menjadi kendala bagi daerah terluar apabila harus menyediakan penasihat hukum dalam pemeriksaan saksi,” papar Suhartoyo di ruang sidang pleno, Gedung MK, Jakarta, Rabu (24/8)

Oleh karena itu, Suhartoyo meminta agar Perkap itu tidak selalu dijadikan acuan dalam kepentingan pendampingan dalam memeriksa saksi. Hal itu diutarakan sebab saksi ahli dari pemohon menyinggung Perkap itu dalam permohonan pengujian Pasal 54 Undang-Undang No.8/1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terhadap UUD 1945. Permohonan pengujian tersebut diajukan oleh Octolin H. Hutagalung dan 11 pemohon lain yang berprofesi sebagai advokat. Mereka menganggap Pasal 54 UU KUHAP hanya mengatur hak bagi tersangka dan terdakwa untuk mendapatkan pendampingan dari penasihat hukum sehingga menghalangi mereka dalam memberikan pendampingan pada saksi dalam proses pemeriksaan dan penyidikan.

Pada perkara nomor 61/PUU-XX/2022 itu para pemohon menghadirkan ahli Dosen Hukum Universitas Pelita Harapan Jamin Ginting. Ia menjelaskan norma pada Pasal 54 UU KUHAP seharusnya diperluas. Pasal 54 KUHAP berbunyi ‘Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini’.

“Perlu diberikan norma baru pada Pasal 54 KUHAP. Hak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum bukan hanya diberikan pada tersangka atau terdakwa, tapi juga saksi,” ujar dia.

Ahli lebih lanjut mengatakan putusan MK Nomor 65/PUU/VIII/2010 telah memperluas definisi saksi, yakni termasuk orang yang dapat memberikan keterangan dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan suatu tindak pidana yang ia dengar, ia lihat dan dialami sendiri. Namun, imbuhnya, KUHAP tidak mengatur apa saja yang menjadi hak-hak saksi. Padahal, ujar dia, saksi pada kasus tertentu, statusnya dapat menjadi tersangka misalnya pada perkara korupsi.

“Sehingga sudah sepantasnya ada perlakuan berbeda terhadap saksi yang merupakan calon tersangka. Seluruh berita acara pemeriksaan (BAP) saksi dalam penyidikan atau pemeriksaan, dapat saja berubah menjadi BAP sebagai tersangka. Hal tersebut merugikan bagi calon tersangka,” paparnya.

Lalu ahli juga menyebut Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 yang menegaskan bahwa saksi atau calon tersangka harus sudah pernah diperiksa sebelum ditetapkan sebagai tersangka, dan memerhatikan syarat minimum dua alat bukti, serta perlindungan hak asasi seseorang.

"Hal itu menghindari tindakan sewenang-wenang oleh penyidik dalam menentukan bukti permulaan cukup,” ujar Jamin.

Putusan MK, terangnya, bersifat erga omnes atau berlaku untuk umum sehingga harus menjadi rujukan dalam proses pemeriksaan. Selain itu, ia juga menyinggung Perkap No.8/2009. (OL-13)

Baca Juga: KPU Rampungkan Verifikasi Administrasi Parpol di 3 Wilayah



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya