Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Kompleksitas Perpajakan di Tahun Depan Disebut Cukup Tinggi

M Ilham Ramadhan Avisena
19/12/2024 14:31
Kompleksitas Perpajakan di Tahun Depan Disebut Cukup Tinggi
Ilustrasi: pegawai melayani wajib pajak yang akan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak(ANTARA FOTO/Reno Esnir)

IKATAN Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menilai tahun 2025 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi pembayar pajak, baik itu individu maupun perusahaan. Pasalnya, terdapat banyak perubahan dan ketentuan baru yang berpengaruh langsung terhadap pembayar pajak.

“Sangat kompleks di 2025. Kita tidak pernah selama ini dalam satu tahun begitu banyak aturan dan ketentuan yang berubah secara substansi,” kata Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI Pino Siddharta di Jakarta, Kamis (19/12).

Kerumitan atau kompleksitas pertama muncul dari penerapan sistem inti perpajakan (coretax system) baru yang dibangun pemerintah dan akan diimplementasikan pada 2025. Kendati sistem tersebut diakui cukup penting, bukan berarti tak ada tantangan yang menanti. 

Pino menyatakan, pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mesti bisa menyosialisasikan coretax dengan baik dan benar kepada seluruh masyarakat. Tujuannya agar tak ada kebingungan dari pembayar pajak, baik pribadi maupun badan saat sistem itu benar-benar diimplementasikan. 

Selain itu Ditjen Pajak juga mesti memastikan dan menjamin keamanan data yang terhimpun di dalam coretax. Sebab, data itu menyangkut beragam hal yang sifatnya amat pribadi. Jangan sampai ada kebocoran data di kemudian hari. 

Hal kedua yang menjadi pemantik kompleksitas perpajakan di tahun depan ialah terkait dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Kenaikan tarif itu hingga saat ini masih dikhawatirkan akan berimplikasi buruk pada perekonomian.

“Kekhawatiran dari para pengusaha yang disampaikan kepada kami adalah bahwa kenaikan PPN ini akan menurunkan daya beli masyarakat. Otomatis, kalau menurunkan daya beli masyarakat, penghasilan atau penjualan yang diterima perusahaan kan akan menurun,” kata Pino.

“Konsekuensi lebih lanjutnya, kalau penghasilan perusahaan menurun, pembayaran pajak akan berkurang. Nanti kalau berkelanjutan mungkin akan menimbulkan pemutusan hubungan kerja lagi. Dampak sosialnya itu yang harus bisa diantisipasi pemerintah,” tambahnya. 

IKPI juga menanti kejelasan lebih lanjut perihal pembedaan tarif yang disampaikan pemerintah terhadap tiga komoditas, yaitu tepung terigu, gula industri, dan Minyakita. Sebab, tiga komoditas itu diputuskan akan dipungut PPN dengan tarif 11%, atau tak ikut naik lantaran ditanggung pemerintah (DTP).

Pembedaan tarif itu, kata Pino, juga akan menimbulkan kompleksitas tersendiri. “Sampai sekarang, pemerintah mengumumkan ada PPN DTP yang 1%, itu mungkin kita harus menunggu kejelasannya, aturan pelaksanaan, mekanisme seperti apa. (Kompleksitas) pasti akan meningkat, khususnya bagi wajib pajak atau pengusaha yang kebetulan bisnisnya itu mempunyai dua barang atau lebih yang kebetulan akan berbeda tarifnya, pasti kompleksitas meningkat,” urainya. 

Hal ketiga yang ikut menambah kompleksitas perpajakan di tahun depan ialah kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) final untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang diperpanjang. Menurut Pino, hal itu juga akan menambah kompleksitas, utamanya dari aspek administrasi ke depan.

Sementara itu, Penyuluh Pajak Madya Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dian Anggraeni mengungkapkan, coretax yang akan diterapkan mulai tahun depan akan banyak memberikan manfaat, baik bagi pembayar pajak maupun pemerintah. 

“Biasanya kalau kita mengalami perubahan itu agak resisten, tapi ini banyak manfaatnya dan akan dirasakan nanti, dan semoga itu worth it upaya kita berpindah ke coretax. Karena selama ini terlalu banyak aplikasi yang digunakan dan itu membuat rumit,” kata dia. 

Bagi pembayar pajak, kata Dian, manfaat yang didapatkan ialah tersedianya otomasi dan digitalisasi layanan administrasi perpajakan; integrasi layanan perpajakan; pelayanan yang cepat dengan beragam saluran (omni channel) sehingga menurunkan biaya kepatuhan; transparansi akun pembayar pajak; dan pengawasan serta penegakkan hukum yang lebih berkeadilan. 

Sementara manfaat bagi Ditjen Pajak antara lain, penyediaan data yang lebih kredibel, validitas tinggi, dan terintegrasi; pengelolaan administrasi perpajakan berbasis data dan pengetahuan; menurunkan biaya administrasi; penyediaan laporan keuangan Ditjen Pajak yang lebih pruden; dan optimalisasi pengalokasian sumber daya manusia. 

Sedangkan Anggota Penelitian dan Pengembangan IKPI Agustina Mappadang menyatakan, melalui coretax, otoritas pajak kelimpahan data pembayar pajak, baik pribadi maupun perusahaan. Tak hanya itu, Ditjen Pajak juga akan mengetahui segala pelaporan pajak, data mengenai aset pembayar pajak, hingga kegiatan transaksi karena kemudahan pertukaran informasi yang ditawarkan coretax

“Ditjen Pajak akan mudah mengidentifikasi total penghasilan dari masing-masing pembayar pajak, dan berapa besar dia melakukan pembelanjaan, berapa besar asetnya, semua akan mudah teridentifikasi dengan coretax,” kata dia. (Mir/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya