Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
BADAN Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI akan mengantisipasi potensi pelanggaran jelang pendaftaran Partai Politik (parpol) yang akan dimulai Pada 1 Agustus 2022.
Anggota Bawaslu Fuadi mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengantisipasi dan mewaspadai beberapa hal yang menjadi catatan Bawaslu.
Baca juga: KPK Cegah Mantan Karen Agustiawan ke Luar Negeri
Catatan tersebut, kata Fuadi, berdasarkan pelaksanaan pendaftaran parpol pada pemilu sebelumnya.
Fuadi membeberkan, dari aspek etik, KPU tidak cermat dalam melakukan penelitian kelengkapan dokumen pendaftaran.
Kemudian, dari aspek administrasi, KPU tidak melakukan verifikasi faktual terhadap dokumen yang diragukan keabsahannya saat pemilu sebelumnya.
"KPU tidak menerima/menolak pendaftaran dengan alasan parpol tidak melakukan penginputan ke Sistem Informasi Partai Politik (Sipol)," ujar Fuadi, Rabu (13/7).
Dari aspek pidana, kata Fuadi, berkenaan dengan ketentuan Pasal 518, jajaran KPU tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam verifikasi partai politik.
Kemudian, Faudi mengatakan eksistensi Sipol juga berpotensi menjadi persoalan baru.
Fuadi berpandangan Sipol bukan sebagai syarat mutlak pendaftaran parpol. Menurutnya, Sipol hanya sebagai alat bantu untuk memudahkan partai politik dalam pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilu.
"Kedua, pemaknaan frasa “kelengkapan persyaratan” berpotensi kembali berulang manakala KPU memaknai penilaian kelengkapan persyaratan dilakukan dilakukan pada tahap pendaftaran sebagaimana dimaksud Pasal 176 ayat (3) Undang-Undang Pemilu," ungkapnya.
Sementara itu, Fuadi mengemukakan tahapan pemutakhiran data juga terdapat potensi pelanggaran.
Seperti Panitia Pemungutan Suara (PPS) melalui Pantarlih tidak melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih.
Lalu, memalsukan keterangan dalam Daftar Pemilih.
"KPU Kabupaten/Kota tidak memberikan salinan DPT kepada Peserta Pemilu," paparnya.
Fuadi pun menilai jajaran KPU tidak menindaklanjuti temuan Jajaran Bawaslu terkait dengan pemutakhiran data pemilih.
"Bawaslu berharap penyelenggara pemilu dan peserta pemilu dapat bekerjasama “mencegah” terjadinya pelanggaran pemilu guna mewujudkan kualitas demokrasi menjadi lebih baik;" terangnya.
Fuadi juga berharap jajaran Bawaslu di daerah dapat memetakan potensi pelangggaran dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi parpol, serta meminta adanya pembenahan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam menangani pelanggaran yang bakal muncul. (OL-6)
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
KPU bakal mempelajari secara detail mengenai putusan MK tersebut yang berangkat dari uji materi oleh Perludem selaku pemohon.
KPU sedang menyusun rancangan peraturan KPU (RPKPU) terbaru tentang penggantian antarwaktu (PAW) anggota legislatif.
Themis Indonesia, TII, dan Trend Asia melaporkan dugaan korupsi itu dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Laporan dilayangkan pada 3 Mei lalu.
Koalisi masih memiliki waktu tujuh hari untuk memperbaiki pengaduan di DKPP yang tenggatnya jatuh pada 13 Juni mendatang.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
Puan mengatakan pimpinan partai politik juga akan membahas putusan MK terkait pemisahan pemilu. Setelah itu, kata ia, pimpinan partai politik akan memberikan pandangan dan sikap bersama.
Tiga lembaga yang menduduki tingkat kepercayaan terendah dari 15 daftar lembaga ditempati oleh partai politik (parpol), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan DPR RI.
Walaupun popularitasnya belum menjadi yang pertama, Partai Gerindra justru meraih hasil tertinggi dari segi elektabilitas.
Peluang Jokowi jadi caketum tentu tidak besar. Karena memang tidak sesuai dengan ideologi PPP. Namun peluang itu akan terbuka bila PPP berubah ideologi.
Penyebab utama dari korupsi adalah mahalnya sistem politik untuk menjadi pejabat baik dari tingkat desa hingga presiden.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved