Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Legislator : Flight Information Region (FIR) Perlu Diatur dengan Undang-Undang 

Indiryani Astuti/Cahya Mulyana
17/2/2022 21:18
Legislator : Flight Information Region (FIR) Perlu Diatur dengan Undang-Undang 
Penandatanganan kerja sama FOR Indonesia-Singapura yang disaksikan Presiden Joko Widodo dan PM SIngapura Lee Hsien Loong(Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden)

PEMERINTAH Indonesia akan menindaklanjuti perjanjian Penyesuaian Area Layanan Navigasi Penerbangan atau Flight Information Region (FIR) dengan Singapura. Perjanjian tersebut akan diratifikasi melalui Peraturan Presiden (Perpres). Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengatakan perjanjian FIR dengan Singapura harus diatur dengan UU. 

"Setidaknya ada 3 alasan, soal kedaulatan wilayah, amanat UUD NRI tahun 1945 dan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," ujarnya di Jakarta, Kamis (17/2). 

Ia menjelaskan, FIR merupakan kontrol wilayah udara yang ada dalam wilayah NKRI. Hal itu, ujar Sukamta, merupakan urusan strategis karena menyangkut kedaulatan wilayah. 

"Negara asing melakukan kontrol di atas wilayah negara kita itu cukup strategis, jika tidak dikatakan cukup berbahaya. Kita ingin Indonesia terus berdaulat untuk mengontrol wilayahnya," tegas Sukamta. 

Ia lebih jauh mengatakan UUD 1945, Pasal 11 ayat (1) mengamanatkan presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Amanat Pasal 11 ayat (1) UUD 1945, ujar dia, tegas mengatur bahwa perjanjian Indonesia dengan negara lain harus melalui persetujuan DPR. Tidak terkecuali perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura. 

Baca juga : Anggaran Kemhan Besar, Prabowo Ingatkan Jangan Sampai Bocor

"UUD 1945 Pasal 11 ayat (2) mengamanatkan Presiden bahwa ketika membuat perjanjian internasional yang menimbulkan akibat luas, mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR," tutur dia. 

Selain itu, Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional yakni Pasal 10 sudah digugat ke MK pada 2018 yang putusannya mengabulkan gugatan tersebut. Mahkamah menegaskan norma hukum Pasal 10 UU tentang Perjanjian Internasional, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang ditafsirkan hanya jenis-jenis perjanjian internasional sebagaimana yang disebut dalam pasal 10 huruf a-f yang diantaranya mencakup bidang kedaulatan, pertahanan, dan keamanan negara, harus mendapat persetujuan DPR. 

Karena itu, menurutnya perjanjian FIR perlu dikonsultasikan dengan DPR dan diatur dengan UU. Ia khawatir apabila pemerintah membuat peraturan presiden alih-alih UU, tanpa berkonsultasi dengan DPR, akan menimbulkan persoalan. 

"Kami berharap pemerintah menunda dulu keputusan pengaturan FIR lewat Perpres ini, mereka harus konsultasi dengan DPR untuk mendapat persetujuan lewat UU," tutur Sukamta. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya