Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
WACANA yang diketengahkan oleh Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Letjen Agus Widjojo tentang usulannya agar dibentuk Dewan Keamanan Nasional dan Kementerian Keamanan Dalam Negeri yang nantinya akan menaungi Polri, dinilai sangat lemah secara akademik.
"Polri berada di bawah UU no. 22 tahun 2002 di pasal 8 berkedudukan langsung di bawah Presiden RI. Bila wacana itu akan dijalankan, maka perubahan UU Kepolisian harus di ubah kembali. Tugas utama Polri adalah menjaga keamanan nasional, menegakkan hukum dan melakukan pelayanan publik. Dengan lingkup tugas yang meliputi arena yudikatif, eksekutif ini tidak bisa menjadi subordinat eksekutif saja," ujar pengamat Kebijakan Publik Djuni Thamrin, Ph.D. dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/1) .
Menurut Djuni Thamrin, Kepolisian itu tidak boleh diintervensi oleh kekuasaan lain, karena statusnya adalah institusi penegak Hukum sama seperti Mahkamah Agung (Kehakiman) dan Kejaksaan Agung (Jaksa). Maka kalau kemudian Polri berada di bawah lembaga lain, bukan langsung di bawah Presiden maka independensinya akan dipertanyakan.
"Justru Polri ini harus dibesarkan karena untuk melayani, mengayomi dan melindungi seluruh masyarakat Indonesia satu sisi, tetapi juga diberi wewenang untuk bertindak pada sisi yang lain. Sekali lagi wacana tersebut jauh dari pilihan ideal penempatan posisi Polri," jelas dia.
Dalam hal ini, Djuni Thamrin menilai, Lemhanas harusnya di bawah Kemhan agar lembaga yang membantu Presiden tidak terlalu gemuk dan hemat anggaran untuk organisasi yang lebih penting. Agar pemerintah Indonesia terlihat ramping dalam pengelolaannya akan lebih efektif dan efisien. (OL-13)
Baca Juga: Polri di Bawah Kementerian, DPR: Tak Tepat
Efisiensi anggaran 2025 terhadap Kementerian/Lembaga itu didasarkan pada dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2025 tertanggal 22 Januari 2025
EFISIENSI belanja negara di sejumlah pos kementerian/lembaga harus dilakukan dengan cermat. Jangan sampai keputusan untuk menghemat anggaran tersebut memberikan dampak yang negatif
Penandatanganan Nota Kesepahaman ini diharapkan menjadi langkah awal yang positif dalam rangka mewujudkan visi Indonesia maju.
Direktur Indef Esther Sri Astuti menuturkan, target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di angka 8% bukan pekerjaan mudah.
Presiden Joko Widodo menegaskan predikat WTP yang diperoleh kementerian/lembaga dalam laporan pengelolaan keuangan adalah kewajiban, bukan prestasi.
IAS ditargetkan menjadi kekuatan sentral dalam memberikan layanan pendukung bandar udara serta maskapai penerbangan demi pertumbuhan industri pariwisata Indonesia.
MENKO Pemberdayaan Masyarakat sekaligus Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar mengusulkan agar Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) diubah statusnya menjadi kementerian.
Anggota DPR RI Said Abdullah mengatakan kementerian baru bisa tetap menggunakan gedung yang sama sebelum kementerian dipecah.
Ada beberapa nomenklatur kementerian baru, seperti Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Kementerian Kehutanan
Pemerintah setuju dengan usulan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang mengusulkan jumlah kementerian akan disesuaikan dengan kebutuhan presiden.
Fraksi PDIP memandang dalam penyelanggaraan pemerintahan jumlah kementerian negara harus memperhatikan efektivitas dan efisiensi.
Prabowo Subianto gandeng LAN mengkaji penambahan jumlah kementerian dari 34 menjadi 40.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved