Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
EFISIENSI belanja negara di sejumlah pos kementerian/lembaga harus dilakukan dengan cermat. Jangan sampai keputusan untuk menghemat anggaran tersebut memberikan dampak yang negatif terhadap perekonomian.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CoRE) Mohammad Faisal saat dihubungi, Minggu (29/1). Menurutnya, upaya efisiensi dan realokasi yang dilakukan pemerintah cukup baik. Hanya, hal itu perlu dilakukan dengan baik dan terukur.
"Tapi jangan sampai memotong yang esensial, karena ada sebagian belanja yang esensial. Jadi jangan salah sasaran. K/L dalam konteks ini perlu cermat memotong bagian-bagiannya, jangan sampai salah prioritas atas usulan pemotongan," ujarnya.
Efisiensi belanja negara itu juga dinilai sebagai langkah rasional. Pasalnya besar kemungkinan target pendapatan negara tak akan tercapai, salah satunya karena perubahan skema penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%.
Di lain sisi, belanja negara telah dialokasikan dengan jumlah yang lebih besar. Dikhawatirkan, tanpa efisiensi anggaran defisit APBN bakal terlampau besar dari yang diasumsikan dalam APBN 2025.
"Jadi kalau sebagian efisiensi ini dilakukan untuk menjalankan program prioritas, berarti desain program prioritas harus efisien dan efektif. Cara-caranya itu. jadi jangan malah program prioritas itu kurang selektif, kurang matang dari sisi desain, sehingga untuk mencapai target malah tidak efisien," terang Faisal.
Karenanya, kecermatan dalam menyisir anggaran dan menentukan program prioritas untuk dieksekusi menjadi hal yang penting. Efisiensi anggaran sebisa mungkin dilakukan tanpa mengorbankan kegiatan maupun program prioritas yang memiliki dampak besar terhadap perekonomian.
Diketahui, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan negara melakukan penghematan belanja sebesar Rp306,695 triliun. Penghematan itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp256,10 triliun berasal dari belanja K/L dan sebesar Rp50,595 triliun berasal dari Transfer ke Daerah (TKD).
Perintah itu dituangkan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 yang diteken pada Rabu 22 Januari 2025.
Instruksi itu kemudian disusul dengan Surat yang diedarkan Menteri Keuangan dengan nomor S-37/MK.02/2025. Dalam surat itu, menteri keuangan meminta pimpinan K/L untuk melakukan efisiensi anggaran sesuai dengan instruksi presiden.
Setidaknya terdapat 16 jenis kegiatan atau program yang diidentifikasi untuk dilakukan penghematan, yaitu alat tulis kantor 90%; kegiatan seremonial 56,9%; rapat, seminar, dan sejenisnya 45,0%; kajian dan analisis 51,5%; diklat dan bimtek 29%; honor output kegiatan dan jasa profesi 40%.
Lalu percetakan dan souvenir 75,9%; sewa gedung, kendaraan, dan peralatan 73,3%; lisensi aplikasi 21,6%; jasa konsultan 45,7%; bantuan pemerintah 16,7%; pemeliharaan dan perawatan 10,2%; perjalanan dinas 53,9%; peralatan dan mesin 28,0%; infrastruktur 34,3%; dan belanja lainnya 59,1%. (Mir/M-3)
PEMERINTAH didorong untuk bisa mengakselerasi belanja negara untuk mendukung perekonomian di dalam negeri.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali mencatatkan defisit sebesar Rp21 triliun, setara 0,09% dari Produk Domestik Bruto (PDB) hingga akhir Mei 2025.
PENELITI dari Center of Reform on Economics (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyebut defisit pada awal tahun ini sebagai sinyal kemunduran kinerja fiskal yang perlu diwaspadai.
Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden No.1 Tahun 2025, yang mengharuskan kementerian dan lembaga memangkas belanja negara.
Pras menjelaskan Presiden Prabowo telah menekankan pemerintah perlu melakukan penghematan secara optimal. Dengan selektif dalam mengeluarkan program kerja.
Langkah pemerintah melakukan deregulasi terkait impor dan kemudahan berusaha diapresiasi.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai menjadi pilar strategis pembangunan nasional yang harus mendapat dukungan dari berbagai komponen bangsa.
Situasi global yang masih dan kian tak menentu patut diwaspadai. Perkembangan dari ekonomi dunia dan konflik Timur Tengah Iran vs Israel dinilai dapat memberi dampak ke perekonomian Indonesia.
GURU Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Profesor Telisa Aulia Falianty berpandangan lonjakan utang luar negeri berkaitan erat dengan kondisi perekonomian nasional.
Dari daur ulang hingga kopi, pelaku kreatif di pinggiran Jakarta mengubah keterbatasan menjadi harapan. Inilah wajah baru ekonomi kreatif dari akar rumput.
Regulasi ini dinilai berpotensi memperburuk kondisi ekonomi nasional, terutama di sektor pertanian dan industri padat karya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved