Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KOMISI Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) berharap tahapan pemilu dan pilkada serentak pada 2024 tidak beririsan seperti usulan pemerintah. Hal itu untuk menghindari beban kerja penyelenggara pemilu yang menumpuk dan menyebabkan kelelahan.
"Kalau pemungutan suara dilaksanakan pada 27 November 2024, banyak tahapan pemilu dan pilkada yang beririsan. Ini tidak efektif, potensial menimbulkan masalah dan penyelenggara pasti kelelahan. Ini beban berat," ujar Anggota KPU RI Arief Budiman dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Bawaslu Kepri, Senin (18/10).
Menurut Arief, KPU sudah memperhitungkan bobot kerja penyelenggara terkait dengan usulan pemilu serentak dilaksanakan pada 21 Februari 2024, sedangkan pilkada serentak pada 27 November 2024.
Baca juga: KPU Berharap Tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 tak Beririsan
Namun, tambahnya, KPU juga tidak keberatan pemilu digeser ke 15 Mei 2024 dengan sejumlah persyaratan.
"Boleh, kami sanggup laksanakan pemilu pada 15 Mei 2024 namun ada syaratnya. Ini agar tahapan pemilu dan pilkada tidak beririsan. Jika pemungutan suara pilkada 21 Februari 2025, irisan tahapan pilkada dapat terhindarkan,” jelasnya.
Pemerintah mengusulkan pemilu serentak dilaksanakan 15 Mei 2024 dan pilkada serentak pada 27 November 2024. Akibatnya ada lima tahapan antara pemilu dan pilkada yang bakal saling beririsan pada 2024.
Persoalan lain juga muncul jika dikaitkan dengan berakhirnya masa jabatan kepala daerah.
"Usulan kami ini bukan melempar isu, tetapi sudah kami sampaikan dan sudah dikonsultasikan ke berbagai pihak terkait," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyebutkan, sebenarnya ada beberapa usulan yang membuat pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 tidak terlalu beririsan.
Menurutnya, penyelenggara pemilu bisa melakukan komunikasi dan kesepakatan dengan pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa pemilu dengan adanya waktu yang standar dan baku.
“Sehingga bisa dipastikan waktu menjadi 28 hari dari sebelumnya 85 hari,” ujarnya.
Selain itu, tambah Doli, penyelenggara pemilu bisa mempersingkat masa kampanye pemilu dan pilkada. Apalagi saat ini sudah ada penggunaan jalur komunikasi yang virtual yang menyebabkan kampanye dilakukan lebih intensif.
“Jadi bisa dilakukan kurangi kampanye yang menggunakan pertemuan fisik. Kalau Pilkada sebelumnya bisa 71 hari mungkin jadi 45 hari,” jelasnya.
Sementara terkait pengadaan logistik pemilu, pemerintah dan penyelenggara pemilu bisa melakukan pengadaan secara khusus yang tidak menggunakan proses tender yang berlarut-larut dan mekanisme pendistribusian yang ditata secara baik.
“Sangat dimungkinkan diterbitkan Perpres,” pungkasnya. (OL-1)
Saat ini fokus menyusun dokumen brief policy yang akan memuat sejumlah poin evaluasi dan catatan penting dari pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pilkada sebelumnya.
Betty menjelaskan saat ini belum ada pembahasan khusus antara KPU dan semua pemangku kepentingan pemilu terkait e-voting.
Netralitas ASN merupakan salah satu isu krusial yang harus ditangani dengan penuh komitmen dan kokohnya peran Kemendagri dalam menangani permasalahan tersebut.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
KPU bakal mempelajari secara detail mengenai putusan MK tersebut yang berangkat dari uji materi oleh Perludem selaku pemohon.
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
Banyak negara yang meninggalkan e-voting karena sistem digitalisasi dalam proses pencoblosan di bilik suara cenderung dinilai melanggar asas kerahasiaan pemilih
Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu penghitungan suara pada Pemilihan 2020 lalu harus diperkuat agar proses rekapitulasi hasil pemilu ke depan lebih akurat
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Sejumlah partai politik yang pernah mengganti logo ternyata tidak memberikan efek positif. Beberapa justru suaranya ambles.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved