Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
KOMISI Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) berharap tahapan pemilu dan pilkada serentak pada 2024 tidak beririsan seperti usulan pemerintah. Hal itu untuk menghindari beban kerja penyelenggara pemilu yang menumpuk dan menyebabkan kelelahan.
"Kalau pemungutan suara dilaksanakan pada 27 November 2024, banyak tahapan pemilu dan pilkada yang beririsan. Ini tidak efektif, potensial menimbulkan masalah dan penyelenggara pasti kelelahan. Ini beban berat," ujar Anggota KPU RI Arief Budiman dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Bawaslu Kepri, Senin (18/10).
Menurut Arief, KPU sudah memperhitungkan bobot kerja penyelenggara terkait dengan usulan pemilu serentak dilaksanakan pada 21 Februari 2024, sedangkan pilkada serentak pada 27 November 2024.
Baca juga: KPU Berharap Tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 tak Beririsan
Namun, tambahnya, KPU juga tidak keberatan pemilu digeser ke 15 Mei 2024 dengan sejumlah persyaratan.
"Boleh, kami sanggup laksanakan pemilu pada 15 Mei 2024 namun ada syaratnya. Ini agar tahapan pemilu dan pilkada tidak beririsan. Jika pemungutan suara pilkada 21 Februari 2025, irisan tahapan pilkada dapat terhindarkan,” jelasnya.
Pemerintah mengusulkan pemilu serentak dilaksanakan 15 Mei 2024 dan pilkada serentak pada 27 November 2024. Akibatnya ada lima tahapan antara pemilu dan pilkada yang bakal saling beririsan pada 2024.
Persoalan lain juga muncul jika dikaitkan dengan berakhirnya masa jabatan kepala daerah.
"Usulan kami ini bukan melempar isu, tetapi sudah kami sampaikan dan sudah dikonsultasikan ke berbagai pihak terkait," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyebutkan, sebenarnya ada beberapa usulan yang membuat pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 tidak terlalu beririsan.
Menurutnya, penyelenggara pemilu bisa melakukan komunikasi dan kesepakatan dengan pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa pemilu dengan adanya waktu yang standar dan baku.
“Sehingga bisa dipastikan waktu menjadi 28 hari dari sebelumnya 85 hari,” ujarnya.
Selain itu, tambah Doli, penyelenggara pemilu bisa mempersingkat masa kampanye pemilu dan pilkada. Apalagi saat ini sudah ada penggunaan jalur komunikasi yang virtual yang menyebabkan kampanye dilakukan lebih intensif.
“Jadi bisa dilakukan kurangi kampanye yang menggunakan pertemuan fisik. Kalau Pilkada sebelumnya bisa 71 hari mungkin jadi 45 hari,” jelasnya.
Sementara terkait pengadaan logistik pemilu, pemerintah dan penyelenggara pemilu bisa melakukan pengadaan secara khusus yang tidak menggunakan proses tender yang berlarut-larut dan mekanisme pendistribusian yang ditata secara baik.
“Sangat dimungkinkan diterbitkan Perpres,” pungkasnya. (OL-1)
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
KPU bakal mempelajari secara detail mengenai putusan MK tersebut yang berangkat dari uji materi oleh Perludem selaku pemohon.
KPU sedang menyusun rancangan peraturan KPU (RPKPU) terbaru tentang penggantian antarwaktu (PAW) anggota legislatif.
Themis Indonesia, TII, dan Trend Asia melaporkan dugaan korupsi itu dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Laporan dilayangkan pada 3 Mei lalu.
Koalisi masih memiliki waktu tujuh hari untuk memperbaiki pengaduan di DKPP yang tenggatnya jatuh pada 13 Juni mendatang.
PARTAI Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai pemilu terpisah tidak berpengaruh terhadap sistem kepengurusan partai. Namun, justru berdampak pada pemilih yang lelah.
PAKAR hukum Pemilu FH UI, Titi Anggraini mengusulkan jabatan kepala daerah dan anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota yang terpilih pada Pemilu 2024 diperpanjang.
GURU Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Umbu Rauta menanggapi berbagai tanggapan terhadap putusan MK tentang pemisahan Pemilu.
PEMISAHAN pemilu tingkat nasional dan lokal yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai keliru. Itu harusnya dilakukan pembuat undang-undang atau DPR
Titi Anggraini mengatakan partai politik seharusnya patuh pada konstitusi. Hal itu ia sampaikan terkait putusan MK No.135/PUU-XXII/2024 mengenai pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal
AHY menyebut keputusan MK itu akan berdampak pada seluruh partai politik, termasuk Partai Demokrat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved