Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
MANTAN Napi Terorisme (Napiter) Haris Amir Falah angkat bicara terkait adanya pro dan kontra pembubaran Datasemen Khusus 88 (Densus 88). Haris menilai keberadaan Densus 88 masih diperlukan untuk menangkal pencegahan terorisme.
“Saya melihat keberadaan Densus perlu dipertahankan. Pernyataan politikus itu jangan disamakan dengan pernyataan anak jalanan. Densus dengan payung hukum. Kritik itu harus bijak dan jangan membuat angin segar bagi terorisme,” kata Haris dalam Diskusi Trijaya Hot Topic Petang yang disiarkan Selasa (12/10).
Haris pun menanggapi pernyataan Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon yang menyebut bahwa Datasemen Khusus 88 atau Densus 88 Antiteror Polri sebaiknya dibubarkan karena menebarkan Islamphobia. Pernyataan ini disampaikan Fadli lewat sebuah cuitan di akun Twitter pribadi @fadlizon.
Ia pun menilai keberadaan Densus 88 efektif dalam menangkal terorisme. Terbukti, terangnya, 80 napiter tobat dan kembali ke jalan yang benar. Kembali ke pangkuan Negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) dan mereka ingin mengamalkan Islam Rohmatan lil A’lamin.
“Itu ada peran ulama, dan peran Densus 88 luar biasa. Densus 88 itu tidak hanya pemberantasan, dan ada juga direktorat pencegahan dan social. Kadang saya melihat bahwa Densus jauh lebih humanis dari orang-orang di luarnya. Mereka mengejar teroris karena kesalahannya, namun setelah ditangkap perlakuannya humanis,” imbuh Haris.
Tindakan humanis Densus 88, ucapnya, tidak tercover media. Mereka (Densus 88) mendekatkan tersangka terorisme dengan pendekatan kemanusiaan. “Bagaimana kita bisa bicara satu meja dan menghilangkan pengalaman pahit kita dan membangun Indonesia yang damai,” tuturnya.
Haris menceritakan saat dirinya ditangkap Densus 88 pada tanggal 5 Mei 2010 pukul 17 lewat menjelang Magrib. Saat DPO dirinya ditangkap di Bekasi dan sadar ketika proses pengadilan.
“Saya ditangkap terhadap kasus tindakan teroris tahun 2010 tanggal 5 Mei. Itu sejarah yang tidak bisa dilupakan. Jam 5 sore menjelang Magrib. Saya DPO dulu awalnya dan berakhir penangkapan di Bekasi. Dan saya sadar ketika diproses pengadilan. Ketika saya ditangkap telah ada ada puluhan yang ditangkap pada pelatihan di Aceh. Barang bukti luar biasa sudah ditangan aparat. Jadi tertangkap tetap saja sebagai terduga,” ungkapnya.
Dalam kesempatan sama, Ketua Program Studi Kajian Terorisme SKSG Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah sependapat dengan Haris. Menurut Syaufillah, keberadaan Densus 88 perlu dipertahankan dan itu sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Terorisme.
“Keberadaan Densus perlu dipertahankan karena menjadi amanat Undang-Undang kita,” terang Syauqi yang juga Ketua BPET MUI.
Ia mengungkapkan selama tahun 2021 Densus 88 telah berhasil menangkap 100 orang teroris jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Namun gerakan penangkapan Densus 88 dilakukan secara diam-diam.
“Anda bisa bayangkan selama 2021 untuk JI ada 100 orang yang ditangkap oleh Densus 88 dan itu silence, dan itu bagaimana kinerjanya. Densus 88 makin ke sini makin bagus,” jelasnya.
Baca Juga: Fadli Zon Minta Densus 88 Bubar, Kadensus: Itu Koreksi Buat Kami
Dia menilai kritik yang kontruktif, itu dari pemerhati dan akademisi, dan dari waktu ke waktu ada kinerja dari Densus 88 mengalami perbaikan. “Kalau dulu darrr… derrr.. dorrr… dan diliput stasiun televisi nasional. Dan kalau ada penembakan itu ada buat anak-anak kecil tidak cocok untuk menontonnya”.
Intinya, jelas Syauqi, keberadaan Densus 88 diperlukan untuk pencegahan dan bisa mencegah aksi massif terorisme.
“Artinya dana yang besar dari pencegahan aksi terorisme itu sebanding. Kalau terjadi aksi teror, itu trauma fisik seseorang dan kehancuran itu akan jadi trauma sendiri. Dan harus dilihat pendekatan keamanan dari manusia untuk pencegahan terorisme,” ucapnya.
Dan berdasarkan Fatwa NO. 3 tahun 2004 itu menyatakan segala bentuk teror dan bom bunuh diri itu haram. “MUI jelas posisinya bahwa terror dan bom bunuh diri itu haram,” pungkasnya. (OL-13)
Baca Juga: Densus 88: Kemenangan Taliban Berdampak pada Indonesia
Dengan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta, diharapkan program ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan mendukung proses deradikalisasi yang lebih holistik.
Ratusan mantan narapidana terorisme (napiter) mengikuti upacara bendera merah putih memperingati hari Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indoensia ke-79 tahun
Komjen Rycko Amelza Dahniel membeberkan tantangan yang dihadapi dalam menghadapi kasus terorisme tahun 2024.
SEMBILAN narapidana kasus terorisme (napiter) di Lapas Kelas I Surabaya mengucapkan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Kamis (18/1).
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut ada 146 tersangka teroris ditangkap Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror sepanjang 2023.
Sinergi antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam penanganan dan pembinaan narapidana terorisme (napiter) terus dikuatkan.
Kementerian Kebudayaan kembali menyelenggarakan program Kita Cinta Lagu Anak Indonesia (KILA).
Sejumlah aktivis 98 mendesak Fadli Zon minta maaf atas pernyataannya yang meragukan adanya pemerkosaan massal Mei 1998. Jika tidak dipenuhi dalam 30 hari, mereka akan mengepung kantornya
Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyampaikan legislator akan memanggil Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk meminta klarifikasi soal pernyataan tidak ada pemerkosaan massal Mei 1998
WAKIL Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian menegaskan tragedi perkosaan massal yang terjadi pada 1998 tidak bisa ditutup atau dihapuskan dengan penulisan ulang sejarah
MENTERI Kebudayaan, Fadli Zon kembali menyampaikan pernyataan klarifikasi terkait Mei 1998. Dia mengatakan dirinya mengajak publik bersikap dewasa
PENELITI senior BRIN Lili Romli menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang tidak adanya bukti yang kuat terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved