Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
MANTAN Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menyetujui alasan yang disampaikan oleh empat orang hakim konstitusi yang mengajukan alasan berbeda (concurring opinion), yaitu Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih mengenai tes wawasan kebangsaan (TWK) di KPK.
Menurut dia, putusan MK tentang TWK KPK menyisakan masalah yang terjadi dalam tataran praktis, apakah secara otomatis dampak dari peraturan KPK yang mengharuskan adanya TWK menimbulkan implikasi ada yang lolos dan tidak lolos atau walau ada TWK tetapi secara otomatis semuanya jadi ASN?
"Ini masih menimbulkan perdebatan karena MK dalam tataran yang masih normatif konsitusional," ucap Hamdan ketika tampil dalam diskusi bertajuk "Mengkaji Ketok Palu MK untuk TWK KPK" yang dipandu Titi Anggraini di Jakarta, hari ini.
Hamdan mengakui bahwa putusan MK itu berada pada tataran yang kabur dan normatif. Ia cenderung menyetujui alasan yang disampaikan oleh empat orang hakim konstitusi yang mengajukan alasan berbeda (concurring opinion), yaitu Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Menurut keempat hakim konstitusi dan sesuai dengan pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019, "status peralihan" bagi penyelidik atau penyidik KPK dan bagi pegawai KPK bukanlah proses seleksi calon pegawai baru atau seleksi ASN baru yang mengharuskan untuk dapat dilakukan berbagai bentuk seleksi sehingga sebagiannya dapat dinyatakan "memenuhi syarat" dan sebagian lagi dapat dinyatakan "tidak memenuhi syarat" agar tetap memberikan kepastian hukum bagi penyelidik, penyidik, dan pegawai KPK.
Baca juga: Bekas Penyidik KPK Disebut Menerima Rp3 Miliar dari Wakil Ketua DPR
Hamdan menekankan bahwa hal terpenting adalah lembaga negara merupakan pelaksana kedaulatan rakyat yang harus mendengar suara rakyat.
"Kalau tidak mendengar suara rakyat, artinya negara memang konstitusional tetapi tidak demokratis, negara konstitusional demokratis artinya organ negara harus mendengar denyut nadi rakyatnya itulah negara rule of law, kalau tidak mendengar namanya rule by law," kata Hamdan yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfiziah Syarikat Islam.
Uji materi tersebut timbul tidak lepas dari pelaksanaan TWK di KPK yang berlangsung pada bulan Maret sampai dengan April 2021 yang diikuti 1.351 orang pegawai. Namun, sebanyak 1.271 orang lolos, kemudian dilantik sebagai ASN.
Setelah KPK berkoordinasi dengan sejumlah lembaga negara, diputuskan dari 75 orang pegawai yang tidak lolos TWK, ada 24 orang yang yang dapat dibina, artinya ada 51 orang pegawai yang akan diberhentikan.
Dari 24 orang tersebut, sebanyak 18 orang telah mengikuti pelatihan bela negara dan akan menyusul dilantik sebagai ASN. Artinya, sebanyak 57 pegawai KPK akan diberhentikan dengan hormat pada tanggal 1 November 2021. (Ant/OL-4)
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI 2012-2017 itu menilai, putusan MK relevan dengan kebutuhan demokrasi.
Wamen adalah orang-orang profesional yang tidak dapat bekerja secara multitaksing atau mengerjakan lebih dari satu peran sekaligus.
Kebijakan memberikan rangkap jabatan komisaris BUMN ke para wamen bakal membebani keuangan negara maupun keuangan BUMN itu sendiri.
Pernyataan Puan Maharani soal putusan MK terkait pemisahan pemilu sangat objektif.
REVISI Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dinilai sebagai satu-satunya jalan untuk mengakhiri polemik terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Rifqinizamy menjelaskan ada sejumlah hal yang membuat turbulensi konstitusi. Pertama, Pasal 22 E ayat 1 menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun.
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved