Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
KEBERADAAN peradilan khusus pemilihan dinilai tidak relevan lagi. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 terkait desain keserentakan pemilu, menyatakan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) bukan rezim yang berbeda. Dalam Putusan itu, Mahkamah memberikan 5 (lima) pilihan model keserentakan Pemilihan Umum yang tetap dapat dinilai konstitusional berdasarkan hasil penelurusan kembali original intent pembahasan amandemen UUD 1945.
Pelaksana Tugas Ketua Konstitusi untuk Demokrasi (Kode) Inisiatif Violla Reininda berpendapat, melalui putusan Nomor 55, Mahkamah melakukan autokritik terhadap putusan sebelumnya yakni Nomor 14/PUU-XI/2013. Pada saat itu, MK melepaskan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pilkada yang kemudian ditindaklanjuti oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui pembentukan badan khusus yang diatur dalam Pasal 157 UU No.10/2016 tentang Pilkada.
"Sehingga menurut kami tetap penyelesaian sengketa pilkada melekat di MK karena tidak ada pembedaan rezim pilkada dan pemilu," ujar Violla dalam webinar bertajuk "Apa Kabar Peradilan Khusus?", Minggu (29/8).
Keberadaan badan khusus yang diatur dalam Pasal 157, terang Violla, justru mengaburkan sistem penegakan hukum kepemiluan yang saat ini sudah berjalan. Adapun hal yang lebih urgen dievaluasi, imbuh dia, bukan pembentukan badan baru peradilan khusus pemilu. Melainkan evaluasi dan perbaikan sistem penegakan hukum pemilu yang selama ini belum dianggap maksimal karena adanya sengkarut kewenangan antarlembaga penyelenggara pemilu.
Baca juga : Lempar Bendera Merah-Putih, Bareskrim Polri Kaji Niat Olivia Jensen
Hal senada diutarakan Pendiri Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Sumatera Barat Khairul Fahmi. Ia mengatakan belum ada kajian komprehensif terkait desain peradilan khusus pemilu. Namun, jika peradilan khusus sesuai amanat Pasal 157 UU Pilkada tetap dibentuk, Khairul menyebut akan muncul sejumlah masalah.
"Sumber daya manusia yang akan menyidangkan sengketa perselisihan hasil pemilihan, mekanisme peradilannya seperti apa, dan bisa atau tidak peradilan ini menyelesaikan sengketa dengan efektif serta menjamin pemilihan yang fair (adil)," ujar Fahmi.
Ia lebih jauh menjelaskan bahwa Pasal 157 UU Pilkada memberikan tenggat waktu pembentukan peradilan khusus pemilu. Disebutkan dalam pasal itu, dibentuk sebelum pelaksanaan serentak nasional yang artinya, ujar Fahmi, sebelum pemilu dan pemilihan serentak 2024. Sementara, Mahkamah Konstitusi hanya diberikan kewenangan sementara menyidangkan sengketa perselisihan hasil pilkada.
"Pasal ini ( Pasal 157 UU Pilkada) tidak bisa dinegosiasikan. Ada deadline pembentukan peradilan khusus dan deadline MK sebagai peradilan yang memiliki kewenangan sementara penyelesaian perselisihan hasil pemilihan," terang dia. Menurutnya pembuat UU perlu menjawab masalah dan kebuntuan tersebut. Ia pun mengusulkan adanya perubahan atau revisi terbatas terhadap pasal tersebut. (OL-2)
PN Jakarta Pusat dipandang telah melampaui kompetensi absoulut dalam mengadili perkara pemilu.
Ratusan advokat atau pengacara yang tergabung dalam Badan Advokasi Hukum (BAHU) Partai NasDem mengikuti kegiatan bimbingan teknis (bimtek) tentang perselisihan pemilu
Penundaan pemilu berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara
Bahkan, lanjutnya, saat itu muncul istilah "ABG", yang merupakan singkatan dari ABRI, Birokrasi, dan Golkar, sebagai kekuatan yang menguasai setiap kontestasi politik di Indonesia.
Namun hingga saat ini badan peradilan khusus pemilu belum terbentuk.
WAKIL Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto meminta kepada publik agar menghentikan perdebatan mengenai pro dan kontra terkait metode penyusunan Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mendorong DPR segera merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada
Menurut Feri, perbaikan sistem internal partai politik sangat penting untuk mencapai keadilan kepemiluan.
PENELITI Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan pembahasan pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pemilu harus segera dibahas.
Empat orang mantan komisioner DKPP memohon supaya DKPP dipisahkan dari Kementerian Dalam Negeri dan nomenklaturnya diubah.
REVISI Undang-undang No.7/2017 tentang Pemilu diusulkan oleh Komisi II, Keputusan untuk merevisi atau tidaknya suatu undang-undang akan dibahas di rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved