Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KEBERADAAN peradilan khusus pemilihan dinilai tidak relevan lagi. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 terkait desain keserentakan pemilu, menyatakan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) bukan rezim yang berbeda. Dalam Putusan itu, Mahkamah memberikan 5 (lima) pilihan model keserentakan Pemilihan Umum yang tetap dapat dinilai konstitusional berdasarkan hasil penelurusan kembali original intent pembahasan amandemen UUD 1945.
Pelaksana Tugas Ketua Konstitusi untuk Demokrasi (Kode) Inisiatif Violla Reininda berpendapat, melalui putusan Nomor 55, Mahkamah melakukan autokritik terhadap putusan sebelumnya yakni Nomor 14/PUU-XI/2013. Pada saat itu, MK melepaskan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pilkada yang kemudian ditindaklanjuti oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui pembentukan badan khusus yang diatur dalam Pasal 157 UU No.10/2016 tentang Pilkada.
"Sehingga menurut kami tetap penyelesaian sengketa pilkada melekat di MK karena tidak ada pembedaan rezim pilkada dan pemilu," ujar Violla dalam webinar bertajuk "Apa Kabar Peradilan Khusus?", Minggu (29/8).
Keberadaan badan khusus yang diatur dalam Pasal 157, terang Violla, justru mengaburkan sistem penegakan hukum kepemiluan yang saat ini sudah berjalan. Adapun hal yang lebih urgen dievaluasi, imbuh dia, bukan pembentukan badan baru peradilan khusus pemilu. Melainkan evaluasi dan perbaikan sistem penegakan hukum pemilu yang selama ini belum dianggap maksimal karena adanya sengkarut kewenangan antarlembaga penyelenggara pemilu.
Baca juga : Lempar Bendera Merah-Putih, Bareskrim Polri Kaji Niat Olivia Jensen
Hal senada diutarakan Pendiri Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Sumatera Barat Khairul Fahmi. Ia mengatakan belum ada kajian komprehensif terkait desain peradilan khusus pemilu. Namun, jika peradilan khusus sesuai amanat Pasal 157 UU Pilkada tetap dibentuk, Khairul menyebut akan muncul sejumlah masalah.
"Sumber daya manusia yang akan menyidangkan sengketa perselisihan hasil pemilihan, mekanisme peradilannya seperti apa, dan bisa atau tidak peradilan ini menyelesaikan sengketa dengan efektif serta menjamin pemilihan yang fair (adil)," ujar Fahmi.
Ia lebih jauh menjelaskan bahwa Pasal 157 UU Pilkada memberikan tenggat waktu pembentukan peradilan khusus pemilu. Disebutkan dalam pasal itu, dibentuk sebelum pelaksanaan serentak nasional yang artinya, ujar Fahmi, sebelum pemilu dan pemilihan serentak 2024. Sementara, Mahkamah Konstitusi hanya diberikan kewenangan sementara menyidangkan sengketa perselisihan hasil pilkada.
"Pasal ini ( Pasal 157 UU Pilkada) tidak bisa dinegosiasikan. Ada deadline pembentukan peradilan khusus dan deadline MK sebagai peradilan yang memiliki kewenangan sementara penyelesaian perselisihan hasil pemilihan," terang dia. Menurutnya pembuat UU perlu menjawab masalah dan kebuntuan tersebut. Ia pun mengusulkan adanya perubahan atau revisi terbatas terhadap pasal tersebut. (OL-2)
Amanat UU untuk membentuk peradilan pemilu harus segera direspons pemerintah.
Jokowi juga menyanjung MK yang memiliki pencapaian lainnnya, antara lain peran aktif MK dalam forum peradilan konstitusi internasional.
KETUA Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai kewenangan DKPP selaku penyelenggaran pemilu bersama KPU dan Bawaslu terlalu kuat.
Peradilan khusus Pemilu dapat memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan peradilan Pemilu.
KOMISI II DPR RI berencana membentuk lembaga peradilan khusus pemilu.
Fritz menjelaskan dalam UU No. 10 Tahun 2016 sudah diperintahkan pembentukan lembaga peradilan khusus pemilu.
SISTEM pemilu merupakan metode untuk mengonversi suara yang didapat peserta pemilu menjadi perolehan kursi.
Haykal menilai ada beberapa hal yang setidaknya perlu diperhatikan ke depan dalam Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada misalnya, substansi hukum tentang pemilu dan pilkada.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mendorong DPR segera merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada
Dalam pandangannya, kampanye di kampus harus dilaksanakan dalam bentuk debat visi misi.
Bawaslu Lembata berjanji untuk secepatnya menelusuri, mengkaji serta merekomendasi tindakan Kepala Desa yang mengarahkan memilih caleg, kepada Bupati Lembata untuk diambil sanksi.
Sahabat Ganjar menggelar sosialisasi dan tips memaksimalkan UMKM selama Bulan Ramadan di Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro, Jumat (7/4).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved