Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Soal Penolakan Gugatan Bansos, ICW: Hakim tak Punya Terobosan Hukum

Dhika Kusuma Winata
13/7/2021 18:24
Soal Penolakan Gugatan Bansos, ICW: Hakim tak Punya Terobosan Hukum
Terdakwa Juliari Batubara saat mengikuti sidang lanjutan kasus korupsi bansos.(Antara)

INDONESIA Corruption Watch (ICW) menyayangkan keputusan majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menolak gugatan warga terkait ganti rugi kasus korupsi bantuan sosial (bansos) covid-19 Jabodetabek. 

Lembaga itu menilai hakim tidak memiliki terobosan hukum, yang semestinya dibutuhkan dalam upaya pemulihan korban kasus korupsi.

"Ke depan, kalau ada korupsi di daerah, misalnya korupsi pendidikan, mekanisme Pasal 98 KUHAP tidak akan dijalankan, jika tidak ada terobosan hukum. Ini akan mengakibatkan situasi yang buruk bagi aspek pemulihan korban," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers, Selasa (13/7).

Baca juga: Hakim Tolak Gugatan Warga Soal Ganti Rugi Bansos Covid-19

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menolak gugatan ganti rugi warga yang dilayangkan kepada eks Mensos Juliari Batubara. Hakim beralasan bahwa terdakwa Juliari Batubara beralamat di Jakarta Selatan. Sehingga, permohonan ganti rugi semestinya dilayangkan ke PN Jakarta Selatan.

Kurnia menilai gugatan ganti rugi tersebut sebenarnya menjadi asa bagi warga untuk menuntut keadilan dan pemulihan atas kasus korupsi bansos. Lembaga peradilan diharapkan mempunyai terobosan hukum dalam merespons gugatan tersebut.

Gugatan ganti rugi dimaksudkan untuk digabung dalam persidangan pidana korupsi yang kini tengah berjalan. Adapun Pasal 98 KUHAP mengatur penggabungan gugatan ganti rugi dengan perkara pidana dan kewenangannya berada pada majelis hakim yang mengadili pidananya.

Baca juga: Anak Buah Ungkap Tiga Pola Instruksi Juliari di Sidang Bansos

ICW menilai lembaga peradilan seharusnya menjamin hak pemulihan korban kejahatan korupsi. Hal itu sesuai Konvensi PBB tentang Antikorupsi atau UNCAC yang sudah diratifikasi Indonesia. Pasal 35 UNCAC mengatur kewajiban negara untuk menjamin hak korban korupsi untuk menuntut kompensasi.

"Putusan ini (penolakan hakim) memperlihatkan tiga hal, yakni ketidakpahaman majelis hakim, ketidakprofesionalan dan tidak punya sense of crisis soal pemberantasan korupsi di masa pandemi covid-19," upungkas Kurnia.(OL-11)


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya