Headline
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.
PANDEMI Covid-19 yang melanda dunia pada awal 2020 tidak hanya mengubah kehidupan di Bumi, juga memicu perdebatan ilmiah tentang pengaruhnya terhadap lingkungan luar angkasa. Para ilmuwan baru-baru ini mengungkapkan hasil penelitian yang mengeksplorasi apakah penurunan suhu permukaan bulan dapat dikaitkan dengan pengurangan aktivitas manusia akibat lockdown global.
Pada 2020, sepasang peneliti dari India, Durga Prasad dan G. Ambily, mengklaim pengurangan aktivitas manusia selama lockdown dapat mereduksi emisi polutan dan meningkatkan kualitas udara Bumi. Hal ini, menurut mereka, menyebabkan penurunan suhu permukaan bulan yang terukur instrumen Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) milik NASA. Berdasarkan data pengamatan antara April dan Mei 2020, mereka mencatat penurunan suhu malam bulan sekitar 8 hingga 10 derajat Kelvin, yang mereka hubungkan dengan dampak global lockdown.
Namun, pandangan ini menuai kontroversi. Peneliti lain, Shirin Haque dari University of the West Indies, mengkritik kesimpulan tersebut, menganggapnya sebagai hasil dari analisis yang kurang mempertimbangkan faktor-faktor lain yang lebih kompleks. Haque menyoroti suhu bulan sebenarnya sudah mulai turun sejak 2019, jauh sebelum lockdown terjadi. Hal ini menunjukkan penurunan suhu yang bersifat bertahap, bukan mendadak, sebagaimana yang diklaim Prasad dan Ambily.
Suhu permukaan bulan dipengaruhi kombinasi energi matahari dan radiasi terestrial, yang merupakan cahaya samar yang dipantulkan oleh Bumi. Proses ini, yang dikenal sebagai “Earthshine,” telah terbukti mempengaruhi suhu bulan.
Selama malam hari, ketika bulan berada di sisi yang jauh dari matahari, permukaan bulan hanya menerima radiasi dari Bumi, yang dapat mempengaruhi suhu. Penurunan emisi polutan akibat lockdown, menurut Prasad, mengurangi jumlah aerosol di atmosfer Bumi, yang pada gilirannya mengurangi radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke ruang angkasa dan meningkatkan suhu bulan.
Namun, Haque dan rekannya, William Schonberg, menanggapi hasil penelitian Prasad dengan skeptisisme. Mereka mencatat penurunan suhu yang tercatat selama bulan April-Mei 2020 lebih mungkin disebabkan oleh faktor alamiah, bukan akibat dari pengurangan aktivitas manusia.
Mereka juga mempertanyakan representasi data yang digunakan Prasad dan Ambily, khususnya mengenai garis tren yang menunjukkan penurunan suhu. Haque dan Schonberg berpendapat garis tren tersebut bisa menyesatkan tanpa penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana tren tersebut dihitung.
Prasad membela penelitiannya, menjelaskan penurunan suhu yang tercatat antara April dan Mei 2020 adalah penurunan mendadak yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan melihat tren suhu sebelumnya. Menurutnya, penurunan tersebut hanya dapat terjadi pada periode lockdown yang sangat ketat, yang mengurangi polusi udara secara signifikan.
Sementara itu, penelitian Haque dan Schonberg juga menunjukkan penurunan suhu besar juga terjadi pada 2018, yang jelas tidak terkait dengan lockdown Covid-19. Hal ini menunjukkan penurunan suhu bulan mungkin merupakan fenomena yang lebih kompleks dan tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas manusia di Bumi.
Kesimpulannya, meskipun penurunan suhu permukaan bulan tercatat, ilmuwan masih belum bisa memastikan apakah pengurangan emisi global akibat lockdown Covid-19 berperan signifikan dalam fenomena ini. Perdebatan ilmiah ini menunjukkan bahwa perubahan atmosfer Bumi dan pengaruhnya terhadap bulan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap hubungan yang lebih jelas antara keduanya. Para ilmuwan mengingatkan dalam dunia ilmiah, korelasi tidak selalu berarti sebab-akibat. (Space/Z-3)
Suhu yang sering kali melampaui 40 derajat Celsius menambah tantangan bagi para jemaah untuk tetap menjaga kebugaran tubuh, mengingat aktivitas fisik mereka yang padat.
Sebuah penelitian terbaru memperkirakan suhu berbahaya akibat pemanasan global dapat menyebabkan peningkatan kematian yang signifikan di Eropa pada akhir abad ini.
TIM penyelamat yang dikerahkan oleh Pemerintah Tiongkok menghadapi kondisi suhu yang membeku saat mereka mencari korban selamat di antara reruntuhan.
Permukaan bulan mengalami fluktuasi suhu yang dramatis, dari sangat panas hingga sangat dingin, tergantung pada paparan sinar matahari.
BMKG memprakirakan sebagian besar wilayah administrasi Jakarta diguyur hujan dengan intensitas ringan dan sedang pada Jumat (4/10/2024) sore
Kawah Anders’ Earthrise di Bulan digunakan wahana JUICE ESA untuk uji radar RIME sebelum menjelajah bulan-bulan es Jupiter demi mencari tanda kehidupan.
Penelitian terbaru dalam dunia astronomi mengungkapkan fakta mengejutkan: Bumi pernah memiliki hingga enam “bulan mini” sekaligus.
Meteorit Bulan Northwest Africa 16286 berusia 2,35 miliar tahun ungkap aktivitas vulkanik dan panas radioaktif yang bertahan lebih lama dari dugaan ilmuwan.
Bulan tidak jatuh ke Bumi karena keseimbangan antara gaya gravitasi dan kecepatannya yang membentuk orbit stabil. Fenomena ini juga dijelaskan dalam Al-Quran.
Penelitian terbaru mengungkap rata-rata 6 fragmen Bulan mengorbit Bumi sebagai minimoon setiap saat.
Perusahaan antariksa ispace menjelaskan kegagalan Resilience mendarat di Bulan disebabkan gangguan pada sistem laser range finder (LRF).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved