Headline
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.
PANDEMI Covid-19 yang melanda dunia pada awal 2020 tidak hanya mengubah kehidupan di Bumi, juga memicu perdebatan ilmiah tentang pengaruhnya terhadap lingkungan luar angkasa. Para ilmuwan baru-baru ini mengungkapkan hasil penelitian yang mengeksplorasi apakah penurunan suhu permukaan bulan dapat dikaitkan dengan pengurangan aktivitas manusia akibat lockdown global.
Pada 2020, sepasang peneliti dari India, Durga Prasad dan G. Ambily, mengklaim pengurangan aktivitas manusia selama lockdown dapat mereduksi emisi polutan dan meningkatkan kualitas udara Bumi. Hal ini, menurut mereka, menyebabkan penurunan suhu permukaan bulan yang terukur instrumen Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) milik NASA. Berdasarkan data pengamatan antara April dan Mei 2020, mereka mencatat penurunan suhu malam bulan sekitar 8 hingga 10 derajat Kelvin, yang mereka hubungkan dengan dampak global lockdown.
Namun, pandangan ini menuai kontroversi. Peneliti lain, Shirin Haque dari University of the West Indies, mengkritik kesimpulan tersebut, menganggapnya sebagai hasil dari analisis yang kurang mempertimbangkan faktor-faktor lain yang lebih kompleks. Haque menyoroti suhu bulan sebenarnya sudah mulai turun sejak 2019, jauh sebelum lockdown terjadi. Hal ini menunjukkan penurunan suhu yang bersifat bertahap, bukan mendadak, sebagaimana yang diklaim Prasad dan Ambily.
Suhu permukaan bulan dipengaruhi kombinasi energi matahari dan radiasi terestrial, yang merupakan cahaya samar yang dipantulkan oleh Bumi. Proses ini, yang dikenal sebagai “Earthshine,” telah terbukti mempengaruhi suhu bulan.
Selama malam hari, ketika bulan berada di sisi yang jauh dari matahari, permukaan bulan hanya menerima radiasi dari Bumi, yang dapat mempengaruhi suhu. Penurunan emisi polutan akibat lockdown, menurut Prasad, mengurangi jumlah aerosol di atmosfer Bumi, yang pada gilirannya mengurangi radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke ruang angkasa dan meningkatkan suhu bulan.
Namun, Haque dan rekannya, William Schonberg, menanggapi hasil penelitian Prasad dengan skeptisisme. Mereka mencatat penurunan suhu yang tercatat selama bulan April-Mei 2020 lebih mungkin disebabkan oleh faktor alamiah, bukan akibat dari pengurangan aktivitas manusia.
Mereka juga mempertanyakan representasi data yang digunakan Prasad dan Ambily, khususnya mengenai garis tren yang menunjukkan penurunan suhu. Haque dan Schonberg berpendapat garis tren tersebut bisa menyesatkan tanpa penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana tren tersebut dihitung.
Prasad membela penelitiannya, menjelaskan penurunan suhu yang tercatat antara April dan Mei 2020 adalah penurunan mendadak yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan melihat tren suhu sebelumnya. Menurutnya, penurunan tersebut hanya dapat terjadi pada periode lockdown yang sangat ketat, yang mengurangi polusi udara secara signifikan.
Sementara itu, penelitian Haque dan Schonberg juga menunjukkan penurunan suhu besar juga terjadi pada 2018, yang jelas tidak terkait dengan lockdown Covid-19. Hal ini menunjukkan penurunan suhu bulan mungkin merupakan fenomena yang lebih kompleks dan tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas manusia di Bumi.
Kesimpulannya, meskipun penurunan suhu permukaan bulan tercatat, ilmuwan masih belum bisa memastikan apakah pengurangan emisi global akibat lockdown Covid-19 berperan signifikan dalam fenomena ini. Perdebatan ilmiah ini menunjukkan bahwa perubahan atmosfer Bumi dan pengaruhnya terhadap bulan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap hubungan yang lebih jelas antara keduanya. Para ilmuwan mengingatkan dalam dunia ilmiah, korelasi tidak selalu berarti sebab-akibat. (Space/Z-3)
Sebuah penelitian terbaru memperkirakan suhu berbahaya akibat pemanasan global dapat menyebabkan peningkatan kematian yang signifikan di Eropa pada akhir abad ini.
TIM penyelamat yang dikerahkan oleh Pemerintah Tiongkok menghadapi kondisi suhu yang membeku saat mereka mencari korban selamat di antara reruntuhan.
Permukaan bulan mengalami fluktuasi suhu yang dramatis, dari sangat panas hingga sangat dingin, tergantung pada paparan sinar matahari.
BMKG memprakirakan sebagian besar wilayah administrasi Jakarta diguyur hujan dengan intensitas ringan dan sedang pada Jumat (4/10/2024) sore
BMKG menginformasikan bahwa sebagian besar wilayah di Indonesia diprakiraan akan berawan hingga hujan disertai petir, mulai dari pulau Jawa hingga Indonesia bagian timur.
Saksikan konjungsi Bulan, Saturnus, dan Venus pada 23 Mei 2025 sebelum matahari terbit. Fenomena langit ini akan terlihat jelas di arah timur dan dapat diamati dengan mata telanjang.
Peneliti mengidentifikasi kawah South Pole-Aitken di bulan menyimpan sisa mantel muda dan laut magma purba.
Penelitian terbaru terhadap sampel dari sisi jauh bulan yang dikumpulkan misi Chang’e 6 mengungkapkan bagian dalam sisi jauh bulan mengandung lebih sedikit air.
Ilmuwan dari Indian Institute of Science (IISc) menemukan bakteri tanah bernama Sporosarcina pasteurii dapat digunakan untuk memperbaiki retakan pada batu bata berbahan regolit bulan.
Pernah membayangkan Ramadan terjadi dua kali dalam satu tahun? Jika melihat kalender, fenomena unik ini akan terjadi pada 2030 nanti.
Misi Chang’e 6 milik Tiongkok berhasil membawa sampel pertama dari sisi jauh Bulan, memberikan wawasan berharga tentang sejarah geologinya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved