Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Desain Ulang Penyelenggara Pemilu

Indriyani Astuti
15/1/2021 02:35
Desain Ulang Penyelenggara Pemilu
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.(Dok. MI/ROMMY PUJIANTO)

ANGGOTA Dewan Pembina Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberhentikan Ketua KPU Arief Budiman telah menimbulkan kegaduhan baru dan hubungan yang memanas antara KPU dan DKPP. Meski demikian, masalah itu bisa menjadi momentum untuk mendesain ulang kelembagaan penyelenggara pemilu.

“Anomalinya, satu sisi DKPP ingin anggota KPU dan jajarannya menghormati DKPP dan putusannya. Namun, di sisi lain, sikap DKPP yang tidak mengakui pengaktifan kembali Evi Novida sebagai anggota KPU merupakan tindakan yang tidak menghormati hukum. Desain kelembagaan model sekarang menciptakan rivalitas antara KPU dan DKPP,” ujar Titi, kemarin.

Menurut dia, konsep yang ingin dibangun pembuat undang-undang sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggara pemilu sudah gagal tercapai. “Hubungan antarlembaga yang seperti itu justru bisa mendistorsi kredibilitas pemilu,” tambahnya.

Titi berpendapat konsep atau desain fungsi penyelenggara pemilu perlu ditinjau ulang. Ia mencontohkan masalah kewenangan fungsi pengawasan yang tidak disatukan dengan kewenangan memutus pelanggaran atau sengketa seperti yang terjadi pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saat ini. “Fungsi Bawaslu yang seperti itu kontradiktif,” katanya.

Contoh lainnya, kasus dugaan pelanggaran pemilu di Kota Bandar Lampung. Pada saat pengawasan, tidak ditemukan adanya pelanggaran. Namun, ketika ada laporan masyarakat soal politik uang, Bawaslu Lampung justru memutuskan mendiskualifi kasi bakal calon pemenang Pilkada Bandar Lampung karena pelanggaran politik uang.

“Adapun pihak yang menjadi pengawas penyelenggara pemilu bukan Bawaslu. Bawaslu bertransformasi menjadi ajudikator penanganan pelanggaran dan sengketa. Pengawasan dilakukan oleh masyarakat, pemantau, dan peserta pemilu,” ungkap Titi.


Majelis etik

Terkait fungsi DKPP, Titi lalu menilai seolah-olah lembaga itu telah menjadi forum banding dalam penanganan pelanggaran dan perselisihan pemilu.

“Saran saya, DKPP tidak melembaga seperti saat ini, seolah-olah seperti peradilan etik. Kembalikan jadi majelis etik yang melekat pada KPU, tapi diisi fi gur-fi gur tepercaya dan akuntabel. Kewenangan dan mekanisme kerjanya harus jelas, tegas, serta mampu bekerja dengan kredibel,” ujarnya. (Ind/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya