Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
PAKAR politik Prof. Syarif Hidayat mengemukakan, data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) pada 2009-2019 telah mengindikasikan bahwa karakteristik demokrasi di Indonesia relatif masih berada pada tipologi demokrasi liberal.
"Akibatnya, kalaupun secara kuantitas, lembaga dan aturan main demokrasi telah dihadirkan, tetapi secara kualitas, praktik yang berlangsung belum cerminkan karakter demokrasi substantif, lantaran minim kapasitas," kata Prof. Syarif dalam Seminar Nasional “Refleksi Akhir Tahun: Capaian Indeks Demokrasi Indonesia dan Evaluasi Pilkada Serentak 2020”, yang diselenggarakan secara daring oleh Pusat Kajian Studi Politik (PKSP) Fisip Universitas Nasional, Jakarta, Kamis (17/12) siang.
Diakui Prof. Syarif, secara umum IDI telah mengindikasikan bahwa Indonesia telah cukup berhasil dalam memproduksi vote melalui Pemilu yang diselenggarakan secara rutin. Tetapi menurutnya vote yang dituai melalui Pemilu itu, sangat muskil menghasilkan vote pada paska Pemilu karena tidak terciptanya korelasi antara presence dan representasi.
Dalam diskusi yang dipandu Drs. Hilmi Rahman Ibrahim, M.Si itu, Prof. Syarif menilai Pemilu cenderung lebih difungsikan sebagai instrumen oleh para elit politik untuk mendapatkan legitimasi masyarakat. Sehingga implikasinya suara yang diamanahkan oleh masyarakat tidak berdampak pada perbaikan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan periode paska Pemilu.
“Konsistensinya capaian indek variabel Hak Memilih dan Dipilih pada kategori Sedang (79,27), dan Pemilu yang Bebas dan Adil dengan kategori baik (85,75), mengindikasikan bahwa secara prosedural Indonesia telah berhasil menyelenggarakan Pemilu sebagai sarana untuk menuai vote,” jelas Prof. Syarif.
Tetapi di sisi lain, ungkap Prof. Syarif, fakta masih tetap rendahnya capaian indeks variabel Peran DPRD (61,74), mengisyaratkan bahwa lembaga representatif masih lemah dalam menjalankan fungsinya. Sehingga vote yang dihasilkan pada saat Pemilu tidak banyak terealisasi menjadi voice pada paska Pemilu.
Kebebasan Sipil
Senada dengan Prof. Syarif Hidayat, Dosen Universitas Paramadina Jakarta, Dr. Abd. Malik Gismar, dan Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Nasional, Prof. Dr. Maswadi Rauf, mengemukakan bahwa perkembangan IDI selama 20092-2019 cenderung biasa saja di angka sedang, terendah 62,63 (2012) dan tertinggi 74,92 (2019).
Namun sejak 2009-2018 aspek Kebebasan Sipil terus menurun dari 86,97 (2009) saat ini pada angka terendah 77,20. Sementara aspek Hak-Hak Politik dan Lembaga Demokrasi terus membaik dari Buruk (54,60 dan 62,72 tahun 2009) menjadi Sedang (70,71 dan 78,73 tahun 2019).
Persoalan terbesar kondisi Kebebasan Sipil, menurut Malik, adalah terkait dengan persoalan Kebebasan Berpendapat yang rendah. Sementara terkait variabel Kebebasan Berkumpul dan Berserikat, Kebebasan Berkeyakinan, dan Kebebasan dari Diskriminasi menurutnya cenderung tidak ada masalah.
Diakuinya Indonesia memiliki kultur yang baik bagi perkembangan Kebebasan Berpendapat, namun kultur ini cenderung berkonflik jika dikaitkan dengan politik. Ia menunjuk banyaknya Demo yang semula damai kemudian berubah menjadi demo yang disertai dengan kekerasan.
“Ini (demo dengan kekerasan) terjadi karena banyak demo damai yang tidak mendapatkan solusi,” terang Malik seraya menambahkan, kasus-kasus tersebut banyak terjadi di daerah yang justru terpencil, bukan di Jakarta.
Namun demikian, baik Malik maupun Maswadi Rauf optimistis dengan masa depan demokrasi di Indonesia. Malik mengutip pernyataan Wakil Presiden pertama RI, Bung Hatta, yang meyakinkan demokrasi tidak akan lenyap. Mungkin ia tersingkir sementara, tetapi ia akan kembali dengan tegapnya.
“Memang tidak mudah membangun demokrasi di Indonesia, tetapi bahwa dia akan muncul kembali itu tidak dapat dibantah,” pungkas Malik mengutip Bung Hatta. (OL-13)
Baca Juga: Polri: Jamaah Islamiyah Go Public karena Infaq Anggota Seret
PAKAR Hukum Tata Negara mempertanyakan urgensi pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, di tingkat global, tidak ada praktik serupa.
Gunjingan banyak orang bahwa NasDem adalah partai pragmatis, lagi medioker, sebenarnya dilandasi dua alasan mendasar.
KETUA DPR RI Puan Maharani menyinggung soal munculnya fenomena Negara Konoha, Indonesia Gelap, hingga bendera One Piece dalam kehidupan berdemokrasi saat sidang tahunan MPR
GEJALA kemunduran demokrasi di Indonesia dinilai semakin nyata dan mengkhawatirkan. Tanda menguatnya pola kekuasaan ala Orde Baru berpotensi menyeret ke otoritarianisme
Kritik masyarakat, termasuk melalui pengibaran bendera One Piece, sepatutnya dianggap sebagai bentuk kontrol publik terhadap pemerintah
SEKJEN Partai Gerindra Sugiono merespons usulan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat.
Abdul menjelaskan, penyidik belum menahan tersangka karena pemeriksaan akan dilanjutkan.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Yalimo, Papua sebagai penyelenggara pemilu dituding telah melakukan pelanggaran etik.
PAGUYUBAN Nusantara Yalimo Bangkit meminta MK untuk tidak mematikan suara rakyat Yalimo, dengan putusan yang semestinya
DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan dua anggota KPU Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) dari jabatannya.
Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah tercatat sukses, meski dalam kondisi pandemi COVID-19. Pengalaman itu menjadi rujukan untuk penyelenggaraan berbasis manajemen risiko Pemilu 2024.
Ppartai politik juga harus ambil bagian dalam mendinginkan suasana dan mengajak pendukungnya untuk bisa menerima putusan MK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved