KEJAKSAAN Agung merespons arahan Presiden Joko Widodo yang meminta institusi tersebut menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu.
Direktur HAM Berat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Yuspar menjelaskan Jaksa Agung sebagai penyidik dapat menindaklanjuti penuntasan kasus HAM berat apabila syarat formil dan meteriel serta unsur-unsur dari pelanggaran HAM berat terpenuhi.
Yuspar menyebut ada 13 perkara pelanggaran HAM berat yang penyelidikannya dilakukan Komisi Nasional (Komnas) HAM. Setelah diteliti dan dipelajari secara saksama oleh pihaknya, Yuspar mengatakan seluruh berkas belum memenuhi syarat formil dan meteriel.
“Penyidik Kejaksaan Agung telah memberikan petunjuk kepada Komnas HAM sesuai Pasal 20 Ayat (3) UU No. 26 Tahun 2000, namun tidak dilaksanakan dan dipenuhi Komnas HAM sehinga terjadi bolak balik berkas tanpa ada koordinasi dengan baik,” jelas Yuspar kepada Media Indonesia, kemarin.
Lebih lanjut, Yuspar menjelaskan, ketika berkas lengkap sehingga proses hukum bisa naik ke tingkat penyidikan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dapat diselesaikan secara yuridis, yakni melalui pengadilan HAM ad hoc. Namun, hal ini harus melalui persetujuan dari DPR RI dan presiden seperti yang disyaratkan dalam Pasal 43 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Alternatif lain, menurut Yuspar, melalui nonyudisial yakni kompensasi rehabilitasi terhadap para korban pelanggaran HAM berat.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut ketidaklengkapan berkas merupakan jawaban normatif yang diulang-ulang Kejagung.
“Kami beranggapan persyaratan tersebut semestinya menjadi tugas Jaksa Agung. Kalau dibutuhkan bisa saja Jaksa Agung membentuk tim penyi dik yang melibatkan Komnas HAM,” cetus Taufan kepada Media Indonesia, kemarin.
Taufan menekankan perlu komitmen kuat untuk menyelesaikan persoalan HAM. “ Komitmen ini mestinya disertai arah an lebih konkret dari Presiden ke Jaksa Agung,” imbuhnya.
Arahan Presiden Jokowi kepada Jaksa Agung agar melanjutkan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu disampaikan saat membuka Rapat Kerja Nasional Kejaksaan Agung Republik Indonesia 2020, Senin (14/12). (Tri/P-2)