Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan suap ekspor benur yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo. Penyidik mendalami seputar permohonan izin ekspor benih lobster dari PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
"Didalami mengenai pengetahuan saksi tentang aktivitas PT ACK dalam pengajuan permohonan izin ekspor benur lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (8/12).
Soal pengajuan izin ekspor benur itu didalami penyidik ketika memeriksa pihak swasta pengendali PT ACK Deden Deni, Senin (7/12). Penyidik juga memeriksa karyawan PT Dua Putra Perkasa Betha Maya Febiana untuk mengonfirmasi aktivitas keuangan perusahaan eskportir benur tersebut.
KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus itu yakni Edhy Prabowo, dua Staf Khusus Menteri KKP yakni Safri dan Andreau Pribadi Misata, staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito, dan sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin.
Baca juga : KPK Periksa Ketua BPK sebagai Saksi Kasus SPAM
Kasus dugaan suap tersebut bermula saat Menteri Edhy menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas atau Due Diligence Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020.
Dua staf khusus Edhy yakni Andreau Pribadi Misata dan Safri ditunjuk sebagai pimpinan Tim Uji Tuntas itu. Keduanya bertugas memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan calon eksportir benih lobster.
KPK menduga Edhy mengarahkan Tim Uji Tuntas agar PT Dua Putra Perkasa mendapat izin ekspor benur yang kemudian jasa pengirimannya ditetapkan melalui PT Aero Citra Kargo. Dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor benur, PT Dua Putra Perkasa kemudian diduga mentransfer ke PT Aero Citra Kargo sebesar Rp731.573.564.
Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100 ribu (setara US$1,4 miliar) kemudian membelanjakan sebagian saat kunjungan kerja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Senilai US$100 ribu itu diduga dari Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito sedangkan Rp3,4 miliar diduga berasal dari Ahmad Bahtiar selaku pemilik PT Aero yang ditransfer pada 5 November lalu ke rekening staf istri Edhy.
KPK juga menemukan rekening Ahmad Bahtiar dan seorang lagi pemilik PT Aero, Amri, yang diduga menampung dana Rp9,8 miliar dari perusahaan-perusahaan eksportir. Kedua pemegang PT Aero itu diduga sebagai nominee pihak Edhy dan seorang bernama Yudi Surya Atmaja. (OL-2)
Kenapa mereka berani mengusutnya? Apakah memang penegak hukum sudah kembali ke jalur yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Benarkah hukum masih dijadikan alat pemukul dan sarana penindas? Betulkah ada yang meng-order Kejagung untuk menerungku Tom?
Dalam kasus ini mantan Kepala Ruangan Covid-19 RSUD Palabuhanratu berinisial HC sudah ditetapkan sebagai tersangka
Modus yang digunakan ketiga pelaku yaitu melakukan transaksi pembelanjaan fiktif pada sektor agribisnis
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
Kenapa Mega melakukan blunder seperti itu? Akankah langkahnya justru akan menjadi bumerang?
Maukah KPK mengoptimalkan momentum ini untuk meninggalkan legacy yang baik?
KPK telah menetapkan lima tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek Bandung Smart City.
Strategi penanggulangan korupsi dimulai dari memupuk nilai integritas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved