Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Ada Peningkatan Kasus di 9 Daerah yang Selenggarakan Pilkada

Indriyani Astuti
24/11/2020 12:55
Ada Peningkatan Kasus di 9 Daerah yang Selenggarakan Pilkada
Petugas kesehatan mengangkat pemilih yang pingsan saat simulasi Pemilihan Kepala Daerah di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (14/9).(ANTARA)

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan catatan dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang akan digelar 9 Desember 2020. Catatan yang dirilis Komnas HAM, Selasa (24/11), menunjukkan adanya peningkatakan kasus di 9 provinsi saat pelaksanaan kampanye pilkada.

Komisioner Komnas HAM Hariansyah menyampaikan berdasarkan data informasi dan komunikasi kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kasus terkonfirmasi sovid-19 sebanyak 266.845 kasus per 25 September 2020. Adapun pada masa kampanye, ada peningkatan kasus kumulatif menjadi 497.668 kasus per 23 November 2020 di 9 provinsi yang mengikuti Pilkada serentak 2020.

Di Sumatara Barat, terjadi kenaikan kasus kumulatif sebelum dan sesudah kampanye. Dari 5.363 menjadi 18.593 kasus positif. Lalu  di Provinsi Jambi, terjadi peningkatan kasus  dari 409 menjadi 1.649, Provinsi Bengkulu yang menyelenggarakan pemilihan gubernur (pilgub), dari 590 menjadi 1.569 kasus, dan Kepulauan Riau dari  2.022 kasus, meningkat jadi 4.940 kasus. 

Di Kalimantan Tengah yang melangsungkan pilgub, kenaikan kasusnya dari 3.474 menjadi 5.360, di Provinsi Kalimantan Selatan yang melaksanakan pilgub serta pemilihan wali kota dan Bupati, dari 9.249 kasus menjadi 12.902 kasus positif, dan di Provinsi Kalimantan Utara yang melangsungkan pilgub tercatat dari 556 menjadi 1.136.

Demikian pula di Provinsi Sulawesi Utara, angka kasus positif semula  4.390 menjadi 6.421, kemudian di  Sulawesi Tengah dari 354  menjadi 1.514 kasus positif.

Karena kekhawatiran adanya potensi lonjakan kasus pada sisa penyelenggaraan pilkada dan saat hari pemungutan suara, Komisioner Komnas HAM Amiruddin menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk dapat menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Hal itu mengingat protokol kesehatan dalam tahapan kampanye pilkada belum berjalan maksimal.

"Masih terjadi pengabaian terhadap protokol kesehatan yang berpotensi terhadap penyebaran  virus Korona. Untuk memaksimalkan pengawasan dan penerapan sanksi yang tegas diperlukan peran dan dukungan satuan tugas pendisiplinan terhadap kerja pengawasan oleh Bawaslu RI di lapangan," tuturnya.

Selain itu, Komnas juga merekomendasikan upaya pencegahan karena virus korona dapat menyebar melalui kerumunan dalam kegiatan kampanye tatap muka yang masih mendominasi. Menurut Amiruddin, kendati ada tindakan pembubaran atau sanksi pidana, potensi penyebaran virus korona sudah terjadi sehingga sulit dihindari. Oleh karena itu upaya pencegahan sangat penting.

Selain itu, Komnas HAM juga mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk berkoordinasi secara intensif dengan gugus tugas di daerah dan dinas kesehatan serta mempersiapkan langkah kedaruratan terkait dampak penyebaran virus korona pascatahapan kampanye dan pemungutan suara.

Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal mengklaim sejauh ini belum ada kasus positif yang signifikan diakibatkan oleh pelaksaan pilkada. Hingga 16 November 2020, data Kementerian Dalam Negeri mencatat ada sekitar 13.600 kampanye tatap muka yang dilakukan peserta pilkada.

Sedangkan pelanggaran yang baru diketahui oleh petugas pemilu sekitar 2,2% "Skalanya tidak begitu besar. Secara general berjalan lancar," ucapnya.

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sonny Harry B Harmadi sempat menyampaikan belum terdengar munculnya klaster atau subklaster akibat pelaksanaan pilkada. Namun, apabila ditemukan kasus positif, tentunya dilakukan pelacakan terhadap orang yang pernah kontak erat dengan orang positif.

"Kita tidak melihat ada klaster khusus, ini sebetulnya bagus. Kasus positif mungkin sudah ada, kami belum mendapat detailnya tertular pada saat tahapan pilkada atau tertular dalam kegiatan lain. Tapi belum ada satu klaster positif pada saat melaksanakan kegiatan pilkada," tegasnya di Jakarta, Sabtu (21/11). (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya