Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Haris Azhar Sebut Peran Pendengung dalam Sengketa Tanah

Abdillah M Marzuqi
08/11/2020 19:50
Haris Azhar Sebut Peran Pendengung dalam Sengketa Tanah
Haris Azhar(MI/ Kristiadi)

AKTIVIS hak asasi manusia (HAM) sekaligus Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar menemukan adanya fenomena penggunaan pendengung (buzzer) dalam persoalan sengketa tanah. 

Tujuan dari pendengung ini ialah membentuk framing terhadap personifikasi seseorang.

“Membangun kesan bahwa pihak yang dibela mereka adalah korban, tertindas, dan miskin sedangkan lawannya adalah kebalikannya,” ujarnya melalui pesan singkat, Minggu (8/11).

Haris merupakan kuasa hukum Benny Tabalujan yang belakangan ramai diberitakan sebagai tersangka pemalsuan dokumen tanah. 

"Dia dikerjain secara sistematis dan teorganisir oleh pihak di belakang lawannya. Menurut saya ini adalah rekayasa, jadi kan menarik, di mana lawannya dipersonifikasikan orang miskin yang punya tanah, tanahnya diambil. Tapi ini ada buzzer di belakang. Buzzer itu kan bukan kelompok advokasi. Buzzer itu kalau ga ada duitnya tidak akan jalan. Ini kontradiktif, lawan digambarkan sebagai orang miskin tiba-tiba ada kelompok buzzer,” tandasnya.

Kasus Benny Tabalujan, menurut Haris, banyak menimbulkan tanda tanya. Keluarga Benny Tabalujan sudah memiliki SHM tanah seluas 7,7 hektar di daerah Cakung, Jakarta Timur sejak 1975. 

Namun, ia malah jadi tersangka karena dianggap memalsukan keterangan dalam formulir penurunan hak dari SHM ke HGB untuk keperluan imbreng ke perusahaan. Oleh BPN, kepemilikan tanahnya malah dialihkan ke Abdul Halim sebagai pihak lawannya. Belakangan, kasasi dimenangkan Benny Tabalujan.

“Dalam proses PTUN, tanpa menunggu hasil kasasi, BPN sudah keluarkan SK Pembatalan SHGB dan selanjutnya SHM Abdul Halim diterbitkan cuma dalam waktu 1 hari, padahal seharusnya ada prosedur pengumuman ke publik dulu sebelum penerbitan. Yang gilanya lagi, girik yang diklaim Abdul Halim itu luas 5,5 Hektar, kok kemudian diterbitkan SHM atas nama Abdul Halim seluas 7,7 Hektar,” tandas Haris. 

Di kesempatan terpisah, Anggota Komisi II DPR Johan Budi SP juga mendapati informasi tentang adanya penggunaan pendengung dalam sengketa tanah, yang digunakan para mafia tanah.  

“Mafia tanah ini begitu kuat. Bahkan saya dengar, mafia tanah seperti di pilpres kemarin, pakai buzzer-buzzer juga,” ujar Johan sebuah Webinar bertajuk “Bisakah Reformasi Agragria Berantas Mafia Tanah”.


Pada kesempatan itu, MenteriAgraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra tidak memungkiri ada keterlibatan oknum di internal BPN dalam beberapa kasus sengketa tanah. Menurutnya, persoalan ini yang menjadi tugasnya untuk dibenahi.

"BPN memang dalam posisi agak bingung, jadi kadang menjadi pelaku, dan korban. Ke depan perbaikan pelayanan menjadi yang utama," tandasnya. (OL-8)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik