PRAKTIK dinasti politik dinilai tidak sehat untuk demokrasi meskipun sulit untuk dihindari. Hal itu karena hingga saat ini tidak ada aturan yang melarang atau mengatur mengenai pencalonan keluarga pejabat petahana.
"Sejauh ini tidak ada aturan yang melarang mengenai dinasti politik, jadi kita nikmati saja. Itu yang terjadi karena kalau bicara etika kepatuan dan moral itu soal lain lagi," ujar Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, dalam webinar, Selasa, (18/8).
Pangi mengatakan, dinasti politik memang cenderung tidak sehat untuk demokrasi. Namun, hal itu juga tidak bisa disalahkan dan sah-sah saja selama tidak ada aturan yang melarang.
"Saat ini salah satu hal untuk bisa membuat memenangkan kontestasi itu butuh uang, harus punya modal. Misalnya anak bupati pasti dia ada modal kampanye cukup besar, meski tidak menjamin kemenangan," ujarnya.
Baca juga: Fraksi NasDem Lakukan Swab Test Mandiri
Wakil Ketua Umum DPP PBB, Sukmo Harsono, mengatakan mengatakan bahwa masyarakat sebaiknya tidak lagi memperdebatkan masalah genetik atau kekerabatan seorang tokoh. Program dan kualitas tokoh dinilai lebih penting untuk dijadikan penilaian.
"Kalau mau maju intinya harus punya program dan kemampuan yang baik dan berkualitas. Itu yang harus dipertimbangkan, kalau tidak memiliki hal itu harus mempertimangkan figur lain. Jadi jangan persoalkan dinasti atau DNA tapi pertimbangkan program-program yang diusung layak atau tidak untuk dipilih," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa meskipun berasal dari keluarga atau anak petahana, belum menjadi jaminan bahwa sosok tersebut dapat dengan mudah memenangkan Pilkada. Itu karena setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang sangat berbeda.
"Jadi tidak menjadi jaminan, karena sangat berbeda setiap daerah, ada yang melihat partainya ada yang melihat figurenya," ujarnya.(OL-4)