Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

RUU PKS Harus Masuk Prolegnas Prioritas

Putri Rosmalia Octaviyani
13/7/2020 00:51
RUU PKS Harus Masuk Prolegnas Prioritas
Salah satu aksi yang meminta agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) disahkan.(ANTARA/Asep Fathulrahman)

RANCANGAN Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)  harus kembali masuk ke Prolegnas Prioritas pada 2021. Kebutuhan akan adanya peraturan perundang-undangan yang dapat memenuhi kebutuhan korban kekerasan seksual dianggap sudah tak dapat ditunda lebih lama.

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan RUU PKS dibuat dan diusulkan bukan tanpa alasan dan kajian yang mendalam. RUU PKS sangat dibutuhkan berdasarkan fakta perlindungan korban kekerasan seksual yang belum terlaksana dengan maksimal.

“RUU ini dibuat berdasarkan kajian dan pengalaman para korban dan bagaimana mereka menghadapi proses hukum itu sendiri. Ada tujuan besar sebagai upaya pencegahan agar kekerasan seksual bisa diantisipasi, juga bagaimana mekanisme penaganann dan perlindungan dilakukan,” ujar Lestari, dalam webinar berjudul 'RUU PKS Hapus atau Lanjut', Minggu, (12/7).

Ia mengatakan, RUU PKS disusun akibat banyaknya kasus kekerasan seksual yang belum bisa tertangani dan diselesaikan melalui jalur pengadilan. Banyak pelaku yang tidka berhasil dijerat hukum karena tidak adanya payung hukum yang kuat untuk dikenakan kepada pelaku.

Lestari mengatakan partai NasDem bertekad akan mengawal proses pembahasan RUU PKS agar kembali disertakan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021 mendatang. Pengawalan dan dorongan harus terus dilakukan pada semua fraksi di DPR agar upaya pengesahan RUU PKS bisa segera dilakukan.

“RUU PKS ini harus kembali bisa masuk dalam prolegnas dan kita semua harus mengawalnya kalau kita ingin melakkan perubahan terhadap sistem yang ada. Kami fraksi NasDem secara internal kebijakan partai sudah menentukan bahwa apapun yang terjadi NasDem harus bisa mendorong RUU PKS masuk kembali ke Prolegnas Prioritas,” ujar Lestari.

Di sisi lain, Direktur Pakar Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia terus mengalami kenaikan. Hal itu tentu membuat masyarakat bertanya-tanya mengapa temuan itu tidak direspon oleh DPR dan pemerintah dengan menghadirkan RUU PKS untuk melindungi korban-korban kekerasan seksual.

“Bagi saya itu penting apa sebabnya dan kenapa ditarik. DPR berlogika mereka perlu mengurangi beban pembuatan UU selama pandemi, apakah ada asumsi RUU ini menjadi kurang penting di tengah bencana pandemi atau ada alasan lain? Padahal ada kajian yang menyebutkan bahwa kekerasan seksual meningkat di tengah bencana,” ujar Feri.

Feri mengatakan semua pihak harus berupaya mewujudkan perlindungan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual. Proses pembuatan RUU PKS tidak boleh dicampuradukan dengan kepentingan politik untuk keuntungan kelompok tertentu.

“Karena bukan tidak mungkin tarik ulur RUU PKS ini berdasarkan kepentingan politik semata dan bukan berdasarkan kepentingan para korban akan payung hukum yang melindungi secara menyeluruh,” ujar Feri.

Sementara itu, Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH Apik, Khotimun Sutanti, mengatakan banyak hal terkait kekerasan seksual yang saat ini belum ter-cover dalam KUHP. Delik-delik yang ada saat ini belum bisa menjangkau banyak kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang dialami korban.

“Korban juga kerap enggan bersuara karena mereka juga takut dilaporkan dengan menggunakan UU ITE. Hal-hal seperti itu harus dipikirkan bagaimana aturannya,” ujar Khotimun. (R-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya