Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

DPR Pertanyakan Komitmen Yasonna

Indriyani Astuti
30/6/2020 05:45
DPR Pertanyakan Komitmen Yasonna
Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia.(MI/Susanto)

KETIDAKHADIRAN Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly untuk kedua kalinya dalam pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang penundaan pemilihan kepala daerah (pilkada) membuat DPR gusar. Komisi II DPR RI lantas mempertanyakan komitmen pemerintah.

Dalam rapat kesimpulan mini fraksi untuk menerima atau menolak perppu pilkada di Komisi II DPR, kemarin, Yasonna tidak hadir. Pimpinan Komisi II pun memutuskan rapat tersebut ditunda.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan akan melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo mengenai keseriusan pemerintah dalam membahas perppu. “Atas saran dari Komisi II, kami menyampaikan teguran keras terhadap Menkum dan HAM bukan hanya tidak menghargai institusi DPR, melainkan juga proses politik maupun hukum yang berkaitan hajat orang banyak tertunda,” ujar Doli di ruang rapat Komisi II DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.

Perppu tersebut rencananya akan dibawa ke sidang paripurna dalam waktu dekat agar bisa disahkan menjadi undang-undang. Ada dua menteri yang diberikan mandat oleh Presiden untuk membahas perppu pilkada, yakni Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menkum dan HAM Yasonna Laoly. Tito hadir dalam rapat, sedangkan Yasonna berhalangan.

Doli mengingatkan bahwa keputusan menunda pilkada menjadi 9 Desember 2020 penuh konsekuensi. Oleh karena itu, perlu keseriusan semua pihak dalam mempersiapan pelaksanaan hajatan demokrasi tersebut. Ia kemudian menyarankan agar pandangan mini fraksi dilanjutkan pada Kamis (2/7).

Senada, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Johan Budi mengatakan pihak yang meminta penundaan pilkada dari semula 23 September ialah pemerintah, kemudian DPR menyetujuinya. Apabila pemerintah tidak punya komitmen, menurutnya, DPR perlu mengambil sikap tegas.

“Kalau tidak juga hadirapakah nanti ada keputusan mengenai penundaan 9 Desember 2020,” ucapnya.

Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus menambahkan keputusan penundaan pilkada menjadi 9 Desember 2020 merupakan keputusan yang diambil baik pemerintah maupun DPR. Oleh karena itu, Presiden mengeluarkan payung hukum berupa perppu yang memundurkan pelaksaan pemungutan suara pilkada serentak di 270 daerah.

“Waktu sudah sangat mendesak, tidak ada respons dari Menkum dan HAM, dua kali pertemuan tidak hadir,” pungkasnya.

Pengesahan perppu tersebut menjadi undang-undang memberikan payung hukum bagi penundaan pilkada sekaligus memberikan fl eksibilitas sebagai respons atas pandemi covid-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya.


Bisa dimaklumi

Berbeda dengan para kolega nya tersebut, anggota Komisi II dari Fraksi PDIP Yunus Supriyatno berpendapat bahwa kunci dari pengambil an keputusan mengenai ditolak atau diterimanya perppu ada dalam rapat paripurna.

Untuk itu, ketidakkehadiran Menkum dan HAM dalam pandangan mini fraksi tidak masalah dan dapat dimaklumi.

“Sudah laksanakan saja pandangan mini fraksi sehingga proses pilkada tetap berjalan,” tukasnya.

Kemarin, Menkum dan HAM Yasonna Laoly tercatat membuka rapat koordinasi pengendalian capaian kinerja Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta. (Ant/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik